top of page

Catatan perjalanan menyusuri Lampung (Merekam Jejak)

  • by: Ariana Nandi Rahman
  • Oct 28, 2015
  • 85 min read

SINOPSIS

MEREKAM JEJAK

(Secuil Kisah Perjalanan Menggapai Serpihan Surga di Alam Indonesia)

Perjalanan Alam, entah bagaimana aku bisa sangat tertarik dengan hobi ini, seolah tak bisaku melepaskannya, berawal dari ajakan salah satu teman untuk mendaki salah satu gunung tertinggi ke 2 di kampung kami, kami tinggal dan tumbuh di salah satu bagian dari ujung selatan pulau sumatra, tepatnya berada di Kabupaten Pringsewu, Lampung, sewatu di bangku perkuliahan dulu, ajakan itu langsung ku ia kan tanpa berfikir panjang seperti apa pendakian, apa yang harus di lengkapi dan apa saja resiko terburuknya, yang ku tau hanya ini ajakan hiking untuk bersenang2 dan berwisata background semata..

Dari hari itu, hobi ini melekat erat padaku, Alam seolah menjadi candu kuat yang mengikatku untuk selalu berkeinginan mencumbui rindang alamnya, saya merasa dengan dekat akan alam, kita dapat memberikan kesempatan diri kita untuk belajar banyak hal, tentang bersyukur, mengenal batasan diri, mengikis ego, dan mengenal kuasa sang pencipta aku merasa mendapatkan banyak pengalaman baru dan hangatnya persahabatan dengan hobi ini, hampir setiap hari libur kita sering menghabiskan malam di bashcamp pendakian untuk sekedar menikmati belaian kabut dingin membelai kulit dengan di temani asap hangat yang keluar dari secangkir kopi hitam pekat yang pasti nikmat itu.

bertahun-tahun berlalu ternyata aku sedang duduk merenung pagi ini di beranda rumah dengan di temani kopi hitam yang nyaris dingin karena ku diami sejak tadi, lalu fikirannku pun kembali memutar rekaman kejadian beberapa tahun lalu tentang perkenalanku dengan salah satu sahabat terbaik yang ku punya, perkenalan yang singkat dan belum terlalu lama memang, tapi kita sudah seperti teman yang saling mengenal selama berjuta tahun, berawal dari perkenalan di social media, aku berniat membeli sebuah jaket gunung baru dan tak sengaja melihat postingan saller di salah satu grup pendaki, (tersenyum saya mengingat ini) Persekawanan yang terjalin dari sebatas Buyer dan Saller, tapi bukankah itu tak penting, yang terpenting bagaimana kita mempertahankan persekawanannya.. :D

Dan beberapa bulan yang lalu ia bertamu kerumahku, berniat untuk menikmati hujan tropis di gunung tanggamus yang berdekatan memang dengan kampung halamanku, inilah pertemuan pertama kami yang lebih memantapkan bahwa persekawanan yang terjalin memang harus di pertahankan, lalu kemarin kau merangkum perjalanan itu kedalam coretan2 tulisanmu, dan memberikan sebagian sin nya pada ku untuk di selesaikan, lalu kita membuat konsep untuk merangkum kisah-kisah selama perjalanan, dan akupun meng ia kan agar kita bisa berlomba membuat sebuah karya tulis dengan Tokoh kita Pribadi untuk merangkum jutaan kisah selama perjalanan alam yang kita lewati, agar kelak jika kita sudah tak sempat bercerita pada anak cucu kita mereka masih bisa membaca dan menggambarkan bagaimana indahnya tanah lahirnya.

Otaku kembali memutarkan kejadian kemarin sore seperti melihat lagi kedalam kaleidoskop pribadi, Kau mengajaku untuk berkunjung ke puncak anjani akhir tahun ini, kau bilang ingin pergi jauh dan sangat lama, apa kau mencoba memberitahuku kalau kau memang ingin pergi jauh ke pangkuan ilahi? Ah sudahlah semua harus di ikhlaskan, Allah mempunyai jalan sendiri baginya untuk memberikan yang terbaik..

Sambil meneguk kopi hitam dan sebatang rokok, aku memulai merangkum perjalanan hidupku sendiri di buku ini, paling tidak aku membantu menyempurnakan salah satu angan yang belum sempat selesai ini.

Salam hangat dari kami om Nandi Ariana Rahman, Semoga kau Tersenyum melihat kami disini dari Syurganya Allah..

@Adityas Nugrogo Utomo

Catatan perjalanan menyusuri Lampung

Catatan perjalanan menyusuri Lampung 19-25 Juli 2015 (Belum beres diketik, sedang sibuk nafas dan inget Allah)

Hari ini minggu sedang sangat panas, tak ada angin untuk bisa membuat kesan seperti di film yang harus membuat rambutku terlihat keren. Siang ini sedang banyak manusia bertamu di rumahku, agak familiar dan benar saja itu kan teman ayahku semasa SMA, dan terlihat akrab seperti keluarga yg sudah terpisah sejak 500 tahun sebelum masehi lalu, ahh biarin. "De, hammock, matras foil, tripod, tong poho", begini kalau diartikan ke bahasa Indonesia (de, ayunan, karpet, tiang kamera, jangan lupa) aku mengatakannya pada adikku, kami sedang berbenah atau bisa dialiaskan packing kalau kata kamu yang anak gunung, pendaki ya namanya?, iya aku dan adikku sedang bersiap membereskan apapun yang harus dibawa termasuk kambing jika memang punya, tapi apalah daya kami tak punya kambing. Gak enak sih, rumah se-rame ini dan tentunya pada ayahku karena tamunya hampir kamu cuekin. Baiklah aku mau ngobrol dulu dengan mbah (seperti org tua angkat ayahku semasa SMA, katanya tinggal di rumah si mbah dulunya), begitu seharusnya kamu memperlakukan manusia lain yang bertamu ke rumahmu. Biarin adikku yg packing barang. "A, beres, berangkat", tahu tidak? Itu adikku yang bicara, namanya Reda, nama panjangnya Redaaaaaaaaa, kalau nama lengkapnya Reda Nugraha Maulana Sidik. Matahari siang itu terlihat seperti sudah pukul 13:00 atau mungkin lewat beberapa menit dan detik, kami berdua harus berpamitan meminta mereka mendo'akan agar kami puas bersenang-senang di atas kesenangan orang lain yang berkumpul bersama keluarganya di hari lebaran yang libur ini. Setelah pamitan, kami akan dan harus mampir dulu ke toko untuk mengambil barang yang harus kami bawa, di sana tokonya, dekat kok, cuma 5 menit naik motor, kecuali motornya gak jalan, lama pastilah. Sampai toko ditemani beberapa teman kesayangan yang sudah menunggu, kami mengambil barang yang diperlukan, gak perlu bayar, ambil saja, itu toko Allah yang diamanatkan kepada manusia yang akan berangkat ke sana, gak perlu tahu. Beres packing ulang, kami berdua berjalan menuju terminal yang cuma 100meter kurang lebih dari toko, terminal Jasinga. Kenapa harus ke terminal? Karena gak ada stasiun apalagi bandara, ahh capek!!. Berjalan menuju bus yang sudah mulai keluar dari terminal lalu masuk menyimpan tas kami yang entah beratnya seperti apa bekal untuk 7hari kedepan itu lalu duduk semanis mungkin dan harus. Lama ini busnya ngetem nungguin penumpang, "penumpang mah dicari, bukan ditunggu", dalam hati karena gak berani ngomong langsung ke sopir, apalagi sambil teriak di kupingnya, kamu berani emang?. Banyak penumpang yang turun lagi karena terlalu lama, aku yakin kamu pun tak suka menunggu lama kan? Termasuk menunggu pacarmu jika janjian di bioskop dan filmnya sudah hampir mulai. Setelah bus berjalan normal, sejam kemudian kami tiba di stasiun (untuk kereta). Membeli tiket untuk 2 manusia berbadan besar karena bawa tas besar, badannya sih kurus, itu lihat, kami dipelototin banyak orang karena berdua membawa 3 tas besar ini, ah sudahlah mungkin mereka menyangka ini bom yang akan menghancurkan kereta yang mereka tumpangi, bodoamat!!! Tujuan kami adalah pelabuhan merak, dan keretanya tidak berhenti di stasiun ini, stasiun Tenjo. Jadi kami dipaksa untuk naik kereta ke stasiun tigaraksa oleh keadaan jika mau naik kereta tujuan merak. Menunggu lagi deh, nungguin kereta, panas haus kesel, untung ada yang bisa kami hisap, rokok. Kamu yang tidak merokok, jangan ikuti kami merokok sambil menunggu kereta, gak baik!! Yang merokok juga sebaiknya kurangi dan berhentilah demi paru-parumu biar gak longsor!!! Oiya, sekarang kami sudah di kereta dan berdiri, barang kami simpan saja di bawah, bergoyang mengikuti irama kereta, dan alhamdulillaah gak panas karena ini commuterline yang tidak terlalu penuh. Tak sampai 10 menit kami harus mau turun di stasiun Tigaraksa ini, dan keluar untuk membeli tiket ke Merak. Di sini nih mulai ngeselin, tiket kereta ke merak sudah habis!!!! lalu kami gimana?) Yasudah kami keluar saja, itu ada tukang es cendol, alhamdulillaah dia juga manusia. Eh, ada rombongan lain yang penampilannya seperti mau mendaki gunung, perempuan ada 2, laki-laki ada 3, katanya mereka mau ke gunung Rajabasa di Lampung juga, beda sih dengan kami berdua, tapi setidaknya itu di Lampung juga kan? Sama!! Es cendol habis, aku meninggalkan adikku bersama tukang es cendol itu, menuju loket dan bertanya "a, kapan kereta ke merak ada? Jam berapa?", eh gak nyangka dijawab "jam setengah 5 a, tiketnya 30ribu", wiihhhh mahal ya, gamau tapi gimana dong kami? "A kalo di rangkasbitung tiket kereta yang 30ribu itu berapa?", tanyaku dan dijawab lagi "15 ribu a", murah lumayan (dalam hatiku), dan "dari sini ke rangkas berapa tiketnya a?", "5ribu" dia menjawab, harus diketahui, kereta yang ke rangkasbitung belum tentu ke merak, tapi kalau kereta ke merak sudah pasti lewat rangkasbitung!!, "yaudah a, menurut aa gimana kalau saya beli ke rangkas 5rb, dari rangkas ke merak 15rb, berdua bisa hemat 20ribu", si aa di dalam loket itu menundukan kepalanya untuk mulutnya berada di lobang kaca dan menjawab "iya a mending gitu aja, lumayan hemat", horreeeee dia setuju, hahaa. Bukannya ngirit apalagi pelit dengan selisih uang 20ribu, tapi kami ini tidak buru-buru, santai ajalah, dan kami ingin tahu berapa biaya yang paling minimal untuk perjalanan ini, dan nanti kamu akan kami kasih tahu, ngerti kan?. Kami akhirnya naik kereta ke rangkasbitung, dan lumayan lama sih, lupa tidak dihitung berapa menit. Gak kebagian tempat duduk di kursi, kami duduk di bawah lesehan, mengeluarkan keripik pisang yang disuruh dibawa oleh Ibuku tersayang, untuk camilan di jalan katanya. Benar saja kami makan di jalan, di dalam kereta ini. Si Reda mah tidur ih, aku mah poto-poto, motoin penumpang lain di kereta ini yang sibuk dengan hp masing-masing seperti anak kecil dikasih mainan baru, gak mau dilepas. Asik, kami tiba di stasiun rangkasbitung, turun dan menuju loket untuk tiket kereta ke merak. Kamu pasti kesal dan akan bertanya "kenapa gak beli tiket tadi aja di tigaraksa iihh, cuma beda 20ribu untuk berdua!!", iya pasti bakal bilang begitu dalam hati, dan harus kalaupun gak kepikiran, karena apa? Karena ketika kami menuju loket, tiket kereta ke merak di sini juga habiiiiiisssss!!! Hahaaa ngeselin "Mau ke mana a? Ke sini aja ngopi", itu tadi pak polisi yang berjaga di pos mudik, rame tapi yang ngomong tadi satu orang, "ke merak pak, abis tiketnya ya", kami masuk ke pos polisi, "makan mie a, pesen aja kalau mau, baru mie sama kopi doang mah saya bayarin deh", baik nih polisi muda (dalam hati), menyimpan tas dan duduk di kursi yang kosong. Ngobrol banyak kita di sini, lalu ada satu orang polisi yang membawa TV flat dan berikut playstation, semacam mainan game, kamu pasti tahulah. "Yuk kita cup aja, main Ps, mau tim apa?", tanya salah satu dari mereka yang bermaksud mengajak kami bermain game, "saya pilih negara Jasinga pak", tadinya mau ngajak bercanda, tapi gak jadi aja, ah serunya hidup ini, terimakasih Tuhan, terimakasih orang rumah yang mendoakan kami biar senang. "A, kalau mau naik yang jam 1 malam saja, kereta krakatau dari jawa tengah langsung ke merak, tapi mahal sekitar 30/60ribu", ahh macam mana pula ini, kami sengaja ke sini biar dapet tiket lebih murah, pantang rasanya harus berakhir mahal, gamau!!!! "De, hubungi omponk", berkatalah aku kepada adikku, omponk itu teman kami di rangkas ini, dia juga sama punya toko outdoor di sini. Lama kami berkomunikasi dan akhirnya diputuskanlah kami menginap di rumah kang Omponk. Jalan kaki ke depan sana untuk angkot berwarna biru atau merah? Aku lupa. Naik dan turun nanti di tokonya. Begitu seharusnya

Catatan perjalanan menuju Lampung 19-25 Juli 2015 (senin 20 Juli, masih hari kedua) Lanjutan. Banyak percakapan

Hari senin tanggal 20 Juli 2015 pukul 2 siang lewat beberapa menit ini masih sedang panas. Sangat panas sih tepatnya, ini kan pelabuhan, laut, pasti panas di musim kemarau ini. Ahh kamu harus menjadi kami dulu untuk merasakan panasnya siang ini. Memperhatikan satpam pelabuhan yang sedang mengatur kendaraan untuk harus masuk ke jalan sebelah kiri, tengah, atau kanan. Karena banyak jalur menuju kapal di sini. "Pak ngopi", itu kamu yang bicara kepada pak satpam, "mangga a", loh kamu mencoba menawari kopi, tapi pak satpam mau mangga? Bukan begitu, itu bahasa sunda untuk artinya (silakan atau yoo mari), "pak asli orang mana?", tanyamu, "cilegon a", itu bukan kamu, tapi pak satpam yang jawab. Kamu : "Panas ya pak" Pak satpam : "ya ginilah pelabuhan a, panas terus, mau kemana a? Naik gunung ya? Kamu : "lampung pak, jalan-jalan aja, tapi ke gunung sih, mau ke pantai yang katanya indah juga pak". Pak satpam : "wah manteb, hobi ya a? Hati-hati a". Kamu : "capek pak naik gunung mah, tapi hobi, mau gimana lagi, di Lampung bahaya emang pak?" Pak satpam : "ya susah sih kalau hobi mah, iya hati-hati aja a". Kamu : "ngopi dulu atuh pak sini". Pak satpam : "tugas a, rame lebaran gini". Kamu : "mau gantian pak?". Pak satpam : "gantian apa a?" Kamu : "saya gantiin buat niup itu markirin mobil". Pak satpam : "hahaa gausah ah, capek ntar a". Kamu : "seriusan pak, saya mah mau nyobain aja, tapi ajarin ya". Pak satpam : "hahaa gausah ah, mulai sepi lumayan nafas". Sambil dia menghampiri kamu berdua dengan adikmu, berarti dia tadi itu lupa nafas ya? Mungkin, ahh. Kamu mencoba menawari minuman dingin kepada pak satpam itu, tapi dia gak mau karena apa? Karena dia juga punya minuman. Pak satpam : mau naik kapal yang mana a? Kamu : yang ke lampung mana pak? Pak satpam : sama aja sih semuanya ke lampung. Kamu : hahaa yang mana aja pak, yang jam setengah 4 yang mana? Pak satpam : kalau mau naik yang itu (sambil menunjuk ke arah kirimu) saya anterin a. Kamu : ini pak, tadi beli tiket, diambil, terus kita mau ngopi, jadi kita minta lagi, ini masih ada. Pak satpam : oh ga apa a, di sana juga bisa ntar kasih aja tiketnya, mana coba? Ada 4 a itu tiketnya. Kamu : (merogoh kantong) ini pak, bener gak? Pak satpam : iya bener ini a, nanti kalau mau naik yang sebelah sana, saya anterin. Kamu : makasih pak, kita nongkrong dulu aja ya, ini pak rokoknya (kamu menawari rokok). Pak satpam : iya makasih a, ada rokok mah, hehee.(tertawa lucu mungkin). Masih banyak obrolan kamu dengan pak satpam itu, tapi sudah dulu ya, sekarang kita istirahat sambil melihat ke arah kapal dan laut. Kapalnya besar, lautnya biru, dengan sedikit sampah di pinggirannya. Ahh sampah selalu saja ada di manapun, tapi menurutku lebih banyak sampah di atas sana, di gunung, gak bohong!!. Jam 3 sekarang, lama juga kita di sini, gak bosen sih karena banyak makanan dan minuman juga beberapa permen walaupun panas. "Berangkat de?", katamu pada si reda, "hayu", reda bilang. Angkat lagi carriermu, lalu matikan rokok, buang ke tempat sampah itu, sebelumnya pastikan apinya mati. Mau atau tidak kamu harus menaiki tangga yang padahal tadi kamu turun, begitulah hidup, tadi turun, sekarang naik, gak tetap. Lorong ini harus disusuri, bersama dengan manusia lainnya yang sangat banyak, entah mereka mau kemana. Padahal lebih nikmat di rumah bersama keluarga dan menemani televisi yang di dalamnya ada orang berbicara sendiri. Lalu kamu? Kenapa tak kau lakukan? Kenapa kau kesini? Bikin tambah rame aja!!. Kenapa kamu mengikuti orang-orang ini menuruni tangga yang sebelah sana? Turun lalu masuk ruangan dan kamu menemukan papan bertuliskan "keluar/exit", hahaa salah jalan, harusnya kamu berdua lurus saja jangan ikut turun, mereka itu yang baru saja keluar dari kapal, dari seberang sana. Bertanyalah sama pak petugas yang berseragam polisi lagi "pak ini tiket (menunjukkan kertas) kapal, kemana ya?", "oh ke sana de balik lagi ke arah kapal, naik tangga, belok kiri", jawab pak polisi. Dan kamu harus bilang "terimakasih pak", dengan sedikit senyuman khas keramahan rakyat Indonesia. Balik lagi bawa beban berat di punggung, nanjakin tangga lumayan pegel, belok kiri dan berhenti grak!!!. Jalannya ditutup, yang lain juga menunggu, kamu juga harus mau. Masih ada penumpang yang keluar dari kapal, kamu harus menunggu beberapa menit sebelum petugas memastikan kapal sudah kosong dari penumpang yang mungkin saja ketiduran dan hampir balik lagi ke lampung sana, kan kasihan. Dibukalah pembatas tadi, orang-orang terlihat tidak sabar mengantre, langsung berebutan masuk ke jalan arah kapal. Padahal kan kapalnya besar, pasti kebagian tempat kok, kalaupun cuma duduk di bawah dialasi karpet kapal yang lengket ini. Iya, kami begitu, karena tak tega rasanya membiarkan ibu-ibu, ada yang hamil mungkin entahlah, orang tua yang membawa anak kecil harus duduk di bawah di atas karpet lengket ini, janganlah. Kamu harus mengalah, bagaimana jika itu ibumu? Bagaimana jika itu seorang ibu yang membawa kamu semasa kecil? Pikirkan ya!!. Meskipun begitu, tetap saja masih banyak sekali yang akhirnya duduk seperti kami, malah di sebelahku ada seorang ibu yang cukup tua untuk duduk di sini dan kasihan. Lama mungkin, tapi kapal mulai bergerak, anak penyelam koin. Eh kamu tahukan kisah anak yang jika kamu melempar koin ke laut, dia akan melompat untuk mengambil uang koin itu? Sudahlah tak perlu diceritakan. Tapi ini beda, anak ini nyolot, maunya dikasih uang dulu 2-5ribu, barulah dia mau melompat. "Lompat dulu kau, kau pikir kami peduli? Sana lompat kau kalau mau uang kami", itu adalah seorang pria yang berdua dengan kekasihnya. Dia tadi duduk di sebelah kami juga, kesal karena anak penyelam koin itu memaksa minta uang kepada mereka. Tadi juga aku sempat ngobrol dengan mereka berdua, mereka asli orang palembang dan habis liburan lebaran di rumah kerabatnya di daerah Bekasi. Baik kok, dia menawarkan kami camilan, ada wafer, biskuit, kopi, dan rokok. Aku sih gak bisa malu-malu, langsung saja kuhabisi biskuit yang enak itu. Dan bilang padanya "maaf bang, biskuitnya habis, hehe", "ah tak apa bang, makanan kita beli memang untuk dihabiskan, habiskan lagi wafernya bang", ucap orang palembang itu. Aku lupa gak nanya namanya, ahh. Mungkin saja kalau perutmu masih lapar, kau habisi juga makanan lainnya yang ada di sana biar mampus dikunyah mulutmu untuk kemudian kau telan sampai lambungmu lalu kenyang. Rasanya lama juga ini kapal, dan kotor!! Sama nih dengan gunung kotornya, gunung anu. Adikmu si reda tertidur, setelah tadi ngobrol dengan penumpang asal jakarta yang akan pulang ke padang. Lucu tadi ngobrolnya, orang itu nyolot katanya gunung jaya wijaya itu adanya di papua sebelah Australia. Sampai si reda tangannya bergerak ke bawah untuk mencontohkan "ini papua di atas, ini papua new guinea di timur, ini lautan di bawah papua, ini australia ngelewatin laut dulu", hahaa sepatu juga dibahas. Orang itu ingin mencoba sepatu si reda, katanya sepatu gunung itu mahal. Padahal yang murah juga banyak, hahaaa. Banyak deh pokoknya obrolan mereka yang kudengar. Ah, si reda tidur, orang palembang tidur, aku tidak, oh no!! Orang padang tadi gak tidur juga. Orang Padang : berdua aja bang? Kamu : iya bang, ini adikku (nunjuk si reda) Orang padang : tujuannya kemana bang? Kamu : tanggamus bang, gisting, lewatin pringsewu. Orang padang : saya penasaran ini krakatau sebelah mana ya? Kamu : sama bang, sebelah mana sih ya Orang padang : katanya sebelah kiri kapal bang Kamu : kayaknya sebelah kanan sini deh bang Orang padang : krakatau sebelah mana ya? Itu dia bertanya sama orang di sebelahnya, bapak-bapak. Bapak itu : waduh kurang tahu saya juga Orang padang : ke atas yuk, lebih terbuka biar kelihatan krakataunya Kamu : hayu bang Kalian berdua berjalan ke dalam kapal, belok kanan, kemudian ada tangga di sebelah kananmu, naiklah ke sana, dan rame juga di atas sini. Orang padang itu bertanya pada seorang bapak lagi di atas sini tentang posisi krakatau di sebelah mana. Dan bapak itu lalu menunjuk ke arah pulau yang di puncaknya ada semacam tower lalu berkata "itu, krakatau kan habis karena letusannya sendiri (aku setuju nih) kata orang tua, dulunya sumatera dan jawa itu nempel, karena letusan krakatau, akhirnya kepisah sama laut deh", kamu jadi bingung kan? Entah benar atau tidak cerita itu. Tapi kamu harus terlihat seakan kamu setuju dengan pendapatnya, untuk menghargai pendapatnya kemudian mencari sumber referensi lain tentang kebenarannya. Si abang orang padang tadi menanyakan asal dan tujuan bapak itu, dan ternyata mau pulang ke padang juga, punya kios di tanah abang. Wah bos besar ternyata, kamu berpikiran seperti itu. Mereka ngobrol bahasa padang, sungguh kamu senang melihat keragaman bahasa di negeri ini, tapi kamu juga bingung gak ngerti obrolan mereka. Kmudian kamu pamit untuk turun lagi menemui adikmu. Terimakasih abang orang padang, orang palembang, dan semua penumpang di kapal ini yang memberikan pelajaran baru. Kamu harus yakin, semua keadaan ini sudah diatur oleh Tuhanmu, Allah. Selama 2 jam kapal ini dan mau sampai di pelabuhan bakauhuni Lampung. Semua penumpang bangun dan bersiap untuk turun padahal kapal belum minggir ke dramaga. Seolah mereka mau bersiap melompat tanpai pakaian selam, aneh. Santailah dulu, kita turun belakangan saja, nunggu sepi. Males antri bawa barang seberat ini di punggung. Kapal bersandar, penumpang lain mulai turun, kamu? Masih diam bersama adikmu sambil menghisap cerutu. "Santai", itulah katanya, kata adikmu. Oke kita santai. Setelah memastikan kapal mulai sepi dan petugas kebersihan sedang mengambil sampah yang banyak berserakan di sini di kapal ini, kami berjalan menuruni tangga kapal, dan menyebrang ke dermaga. Lalu kamu melihat banyak polisi. Ada polisi wanita, cantik bagai pemain sinetron, ada 2 polisi wanita berdiri di sana. Kamu melewati petugas, beberapa polisi lelaki dan berjalan lurus. Setelah 2 meter kira-kira di depan polisi wanita itu, kamu bertanya "bu, kalau ke terminal ke arah mana ya?", dan salah satunya menjawab "lurus saja, nanti ada papan arah lagi di depan sana", dan kamu bertanya lagi "kalau ke rajabasa naik apa bu?", "oh ada bus, ada travel, di terminal cari saja ya", selesai menjawab pertanyaan kami, polisi lelaki yang tadi kami lewati mendekat menghampiri kami berempat "ada apa" tanyanya, "enggak pak, udah beres, makasih ya bu polwan cantik", hahaaa. Kamu mulai terpesona dan harus berakhir dengan perpisahan. Ingin rasanya kamu bertanya siapa namanya, nama yang dia sembunyikan di balik rompi polisi itu. Dan menunggunya pulang tugas, meminta untuk tahu nomor handphone, kalau boleh sekalian ikut ke rumahnya. Barangkali ada nasi hangat dan jengkol digoreng, enak itu kesukaan kami orang kampung ini, hahaaa. Tapi harus jalan lagi lewatin lorong ini. Lurus terus dan di depan kami ada nenek tua yang seumuran dengan almarhumah nenekku. Kisaran 85 tahun mungkin, berjalan sendiri. Di depannya ada seorang manusia lelaki berbentuk bapak-bapak membawa ransel di punggung dan menjinjing 2 tas di kanan dan kiri. Itu seperti bukan tas miliknya, kemudian kamu harus bertanya Kamu : kemana pak? Nenek di belakang itu siapa? Bapak itu : saya sih pulang, ketemu nenek ini sendirian mau keluar dari kapal bawa barang ini (sambil menunjukkan 2 tas yang dijinjing tadi). Benar dugaan kami, itu bukan tas dia. Kamu : ini bukan ibu bapak? Bapak itu : bukan, saya kasihan lihatnya sendirian, liatin aja jalannya juga lama Subhanallaah, masih ada orang sebaik bapak ini. Di tengah keburu-buruannya pulang menemui istri dan anaknya, ternyata masih harus mendapatkan tugas kemanusiaan seperti ini. Tapi astagfirullaah juga, kok ada anak, cucu, cicit, atau siapapun yang meninggalkan nenek ini sendirian?. Atau membiarkan nenek ini pergi sendirian? entahlah ditinggal di kapal atau dibiarkan pergi dari rumah. Atau bisa saja kan terpisah di jalan gak sengaja? positive thinking lah. Kamu : nenek ini mau kemana katanya pak? Bapak itu : gak tau, ditanya juga jawabnya gak jelas Kamu : terus mau dibawa kemana dong pak? Bapak itu : saya bawa dulu aja ke rumah, kasihan kalau harus ditinggal atau dibawa ke pos polisi, biar saya urus dulu di rumah. Kamu : bingung ya pak. Lalu kemudian di belakang kami ada seorang polisi yang berjalan cepat diikuti seorang wartawan membawa kamera besar dan tiba-tiba langsung memegang tangan nenek itu lalu bilang "mau kemana nek? Ini tasnya ya?", sambil lalu mengambil tas dari bapak tadi. Lho kenapa harus sekarang? daritadi kami lewati polisi itu dan biasa saja, kenapa harus ada kamera? Kamu pikirkan saja sendiri, ingat harus positiv dalam berpikir!!! Lama dan kamu mulai berdua lagi dengan adikmu. Jalannya santai, di depan sana ada terlihat petugas DLLAJ dan polisi, rame. Kamu berhenti di depan mereka dan mulai bicara dengan pak polisi Kamu : pak ke rajabasa mobilnya apa? Banyak gak? Polisi : banyak, ada bus, ada travel juga Kamu : ongkosnya berapa pak? Mereka saling ngobrol mungkin tidak tahu pasti besarnya ongkos ke rajabasa. Polisi : paling 35 an lah, soalnya lebaran, biasanya 25ribu, tunggu aja saya pulang, mau dianterin? Bensinin ya tapi, hahaaa. Kamu : hahaa becanda bapak, boleh kalau mau, hahaa Polisi : yaudah sana hati-hati, naik bus aja, travel sempit kalau bawa tas gitu gede. Kamu : makasih pak, semuanya marii... Sambil capek tapi harus tetep jalan. Keluar dari area dalam pelabuhan, ke parkiran dan dihampiri banyak calo dan kondektur. Kamu cuma jawab "makasih bang, mau ngopi dulu". Lalu jalan ke arah sana. Banyak posko mudik, ada pijat, ada penjual minuman, dan kami memilih stand kopi botol yang dingin. Terlihat beberapa lelaki dan wanita di sini Kamu : haus mbak Mbak : silakan mas dipilih saja minumannya, yang ini 10ribu 4 botol (nunjuk air mineral yang ada manis-manisnya gitu) Kamu : mau kopi mbak, berapa? Mbak : lima ribu mas, mau rasa apa? Capucino? Moca? Karamel? Apa original? Kamu : banyak banget mbak, jadi bingung, gak bisa dicobain dulu ya? Mbak : hahaaa ndak bisa lah mas, mas mau naik gunung ya? Itu berat gak tasnya? Kamu : oiya lupa,, saya taruh dulu bentar mbak (sambil menurunkan carriermu), iya mau naik gunung mbak, mau ikut? Mbak : hahaa ndak ah mas, itu beratnya gimana sih? Boleh coba? (Mbak SPG nya pengen nyobain bawa keril, haha) Kamu : kopi dulu mbak, original sama capucino deh, 10ribu ya. Mbak : oiya lupa, silakan mas, ndak sekalian air putihnya? Kamu : ada mbak, pengen ngopi ini mah, mau nyoba bawa ini? (Kamu nunjuk keril) Mbak : boleh mas, hehee Lamaaaaaaaa susah pake kerilnya, lalu Mbak : mas ini gimana sih angkatnya, susah banget, berat. Kamu : hahaa jongkok mbak, saya angkatin. Dia nurut, aku angkatin kerilnya, setelah nyangkut di punggung si mbak, dia mau berdiri tapi susah, hahaaaa Mbak : berat mas, kayak kura-kura saya ndak bisa bangun. Hahaaa dia lepasin lagi kerilnya. Mbak : mas ke menara tiger yuk? Kamu : kapan mbak? Mbak : ini saya mau beresin barang dulu. Kamu : jalan kaki mbak? Mbak : ya ndaklah mas, capek, saya bawa motor hayu main dulu ke sana. Kamu saling bertatap dengan si reda adikmu dan Kamu : enggak ah mbak, pulangnya aja, udah magrib ditungguin teman.

Lanjutan Catatan Perjalanan Menuju Lampung (Masih hari kedua tgl 20-Juli 2015) "SAMPAI DI RUMAH ADIT, NGOPI dan TIDUR"

Tanggal 20 Juli 2015 ini sedang kedatangan senja, hampir atau lebih ini sekitar jam setengah 6 sore. Coba kamu lihat itu matahari ada di sebelah barat, sebentar lagi menghilang, bahaya kalau enggak. Kami berdua harus segera mencari tumpangan untuk selanjutnya bisa sampai di terminal Rajabasa, kalaupun sedang tidak mau, tapi harus. Abang travel : de travel de, kemana? Aku : Pringsewu Abang travel : ayo naik ini saja Aku : naik bus aja bang Abang travel : gak bakalan ada mobil lagi dari rajabasa ke pringsewunya de Aku : gak apa bang Abang travel : potong nih kuping gue kalau masih ada bus dari rajabasa ke pringsewu (mulai ngotot) Aku : gak apa bang, santai Aku dan reda ngeluyur, itu tadi percakapan kami dengan seorang pemberi jasa Travel. Oh iya, tujuan kami sebetulnya ke rumah teman di Pringsewu, Adityas namanya. Kami berjalan di sebelah kiri manusia yang menawarkan jasa travel tadi. Di sebuah terminal yang ada di dalam pelabuhan bakauhuni ini. Jalanannya bukan aspal, tapi paping blok (aku gak tahu ejaan yang benar untuk papingblok, gak apa ya?). Ke arah sana, hampir ke depan pintu keluar kami tadi dari pelabuhan, seperti berputar-putarlah kami berdua ini. Bertanyalah kami berdua kepada kondektur bus ke rajabasa Aku : ongkosnya berapa bang? Kondektur : 35 ribu Aku : oh makasih bang, ngopi dulu ah Oya, kondekturnya orang medan, ibukota Sumatera Utara, kalau sumatera Barat mah Padang ibukotanya. Di sebelah samping kiri bus ini ada sedikit lingkaran taman, cuma rumput sih. Tapi ada yang jualan di sini, rame. Ada yang jualan mie, air minum, kopi, teh, banyaklah pokoknya. Juga ada seorang bapak dan ibu yang berjualan mie, kopi, dan air mineral. Kami merasa harus ke sana mendekat ke bapak ibu itu, gak tau kenapa pokoknya pengen ke sana. Jongkok lalu ngobrol. Aku : sudah mau magrib ya pak Bapak : iya de, mau kemana? Aku : rajabasa pak, naik ini kan ya? Bapak : iya, tasnya besar sekali, mau kemana ade ini berdua? Aku : ke rumah teman pak, di pringsewu Bapak : mau naik gunung ya? Aku : iya Bapak : wah, adikku juga suka naik gunung de, dia perempuan, susah dilarangnya, ampun aku. Aku : hahaa hobi ya pak Bapak : begitulah de, mau ngopi? Aku : sudah pak, mau ikut duduk saja, boleh? Bapak : ya bolehlah de Bapak ( ngomong ke kondektur) : hey kau, ini berdua ongkosnya jangan mahal ya, seperti biasa saja Kondektur : siaplah bang Itu tadi si bapak ngobrol sama kondektur seolah menitipkan kami berdua, dan mereka orang Medan keduanya. Seperti barang titipan ya? Tak apalah, kami harus berterimakasih sama bapak penjual kopi ini. Aku : terimakasih bang, kami naik dulu ya Bapak : santai saja de, nanti pulangnya jangan sampai tidak mampir ya, harus mampir lagi ke sini. Aku : pasti bang Naiklah kami ke dalam bus itu, berwarna merah busnya tidak terlalu bagus, tapi kami sih enggak peduli. Duduk di bangku paling belakang karena di depan sudah penuh. Kamu tahu kursi panjang paling belakang bus? Di atasnya ada tempat menyimpan barang kan? Ini tidak, sudah disulap untuk bisa menjadi tempat duduk penumpang dan tinggi rasanya kalau harus duduk di sana, aku mah enggak mau. Si reda mah mau aja duduk di atas sana. Di sebelah kananku sekarang ada seorang anak kecil lelaki dan disebelah kanan anak kecil itu ada seorang ibu dengan anak perempuan yang masih lucu cantik dan kecil seperti berumur 2 tahunan berada di Bumi ini. Di sebelah kiriku kamu tahu? Ini ada seorang bapak yang ternyata sekeluarga dengan 3 orang di sebelah kananku. Sekarang aku mau tidur, tapi gak jadi pas dengar si bapak di kiriku ngobrol dengan ibu di kananku menggunakan bahasa sunda. Ahh langsung saja kutanya asal dan tujuan mereka. Ternyata orang Soreang, kabupaten Bandung, ibukota Jawa Barat. Mereka itu mau ke rumah saudaranya di Kalianda, Lampung. Gak lama sih ngobrolnya, aku mulai ngantuk tapi harus mau mengalah dengan kedatangan seorang perempuan yang enggak kebagian tempat duduk. Mau ataupun tidak, tapi aku harus pindah ke tempat duduk di atas tadi dekat si reda. Jangan membayangkan kursi di sini, cuma ada jok panjang tergeletak yang fungsinya biar pantat kamu enggak pegel karena harus duduk langsung di atas benda keras. Lalu kondektur meminta ongkos sama penumpang. Aku berdua disuruhnya membayar 65ribu, lebih murahnya 5ribu sih berkat si bapak penjual kopi tadi. Kecil ya hemat 5 ribu? Nanti kau akan merasakan susahnya mencari uang 5 ribu, jadi bersyukurlah masih bisa hemat dan bilang terimakasih sama si bapak penjual kopi tadi, makasih pak, bang. Sekarang aku mau tidur karena busnya mulai tidak nyaman. Jalannya ngebut ugal-ugalan, ahh. 2jam kemudian aku bangun, si reda masih tidur dan kukira sudah mau sampai. Tenyata satu jam lagi untuk sampai di terminal Rajabasa, ini sekarang sudah sampai. Kami turun dan mengambil barang di bagasi lalu berjalan ke arah kiri, di sana ada lagi pak Polisi lengkap dengan senapan laras panjangnya seperti mau perang dan ingat aku dulu waktu masih main game online. Aku : Pak, bus ke pringsewu di mana? Polisi : sudah tak ada de, ini sudah jam 9 lewat. Ah sial, bagaimana dengan kami? Kenapa tidak ditunggu dulu sih sama bus terakhir yang ke pringsewu? Kami kan mau naik dan bayar!! Lalu pak polisi itu bicara lagi kepada kami berdua Polisi : dek, lebih baik tidur di pospol saja, di sebelah sana ada (menunjuk ke sebelah kanan bus tadi), lurus saja ke gedung itu juga ada (sambil nunjuk ke arah kiri kami) Aku : yaudah pak iya, mau ke toilet dulu, di sebelah mana? Polisi : dekat pospol itu (nunjuk ke kiri kami) Aku : makasih pak Oya, perasaan aku terus ya yang ngobrol, si reda engga ya? Iya dia mah ikut aja aku kemana juga, tapi gak boleh ikutin aku kalau ke toilet mau buang air. Akhirnya kami berjalan ke arah pos polisi sebelah kiri karena ingin ke toilet. Masuk gedung, lurus lalu belok kiri dan lurus saja di sebelah kiriku ada banyak warung makan yang sudah mulai kehabisan lauknya. Di sebelah kananku banyak meja untuk kita bisa makan di sana. Kami lurus saja terus sekitar satu menit berjalan kemudian harus belok kiri, sedikit lurus kira-kira 4 meter dan belok kiri lagi. Di sana toiletnya, sedang ada antrian seolah-olah kamu harus menunggu giliran untuk bisa masuk lalu membuang keresahan yang ada dalam tubuhmu. Aku duluan masuk, si reda belakangan. Keluar lalu membayar untuk 2 orang meskipun si reda masih di dalam toilet. Kamu tahu? Di dalam toilet itu ada ember, gayung, kran, closet, dan gantungan untuk apapun yang mau kamu gantung termasuk tas kecil yang kamu bawa. Sambil nunggu si reda, bapakku di rumah menelpon, jadi harus kujawab. Bapak : assalamualaikum Aku : waalaikumsalaam Bapak : di mana de? Aku : di toilet pak Bapak : toilet mana? Aku : terminal pa Bapak : terminal mana? Aku : rajabasa pa, di Lampung Bapak : de, tadi bapak ngobrol sama mang jama (mang jama itu sudah seperti saudara kami, rumahnya di dekat sekolah tempat bapakku mengajar, bapakku guru SD) Bapak : katanya hati-hati, jangan makan di rumah makan atau restoran yang sepi, banyak tukang todong Aku : engga pak, belum makan sih, tadi siang aja di merak dan di kapal makan camilan aja Bapak : yaudah makan dulu tapi hati-hati, cari tempat yang sekiranya aman, pasti ngertilah udah gede Aku : iya pak, ini keabisan bus Bapak : terus gimana? Aku : belum tahu, mau ke pos polisi dulu habis ini Bapak : yaudah atur aja, hati-hati ingat ya, si reda juga hati-hati bilangin, ibu mah khawatir di sini kepikiran kalian berdua terus. Aku : siap pak Bapak : assalamualaikum Aku : waalaikumsalaam Itu sedikit percakapan dengan bapakku di telpon. Tuh kan benar saja ibu mah pasti khawatir, bapak juga khawatir, setiap orang tua khawatir sama anaknya!! Selalu menanyakan kabar anaknya di saat kita tinggal pergi. Aku keluar toilet di gedung ini, menuju pos polisi, si reda juga ikutlah pasti di belakangku. Nah di luar sini aku ditawari jasa ojek sampai pringsewu seharga 175rb/orang, kamu mau? Aku mah nolak!! Tak lama handphoneku bunyi lagi, sekarang Adityas yang nelpon, dia adalah teman yang sedang menunggu kami berdua. Adit : di mana om? Aku : rajabasa om Adit : ada busnya ke pringsewu? Aku : abis om, lagi nyari alternatif Adit : waduh gimana ya om Aku : hahaa gatau om, mau santai ajalah, tadi juga ditawarin ojek Adit : jangan mau naik ojek om!! Aku : iya aku juga nolak, mahal 175rb/orang Adit : mahal juga mending kalau nyampe, kalo enggak? Aku : ???? Dirampok gitu om? Adit : hahaa ini Lampung om Aku : ngeri ah, ada alternatif lain? Adit : ada om angkot tapi muter-muter dulu beberapa kali naik turun Aku : gak apa yang penting nyampe lah (Nah adit memberitahu kami rute dan angkot yang harus kami tumpangi) Adit : gini aja om, kalau misalkan masih susah cari angkot, biar saya sama noval aja yang jemput Aku : oke nanti dikabarin lagi ya om, sekarang mau makan dulu Adit : oke om kabarin aja ya Aku : siap om (telpon ditutup) Huhhhh ngeri juga ini, padahal tadinya biasa saja gak takut, hahaa. Sekarang kami duduk di bawah auning di depan pos polisi dan akan memesan bubur kacang ijo yang penjualnya adalah seorang kakek tua. Aku memesan dan kakek itu bertanya asal dan tujuan kami, lalu memberi saran "tidur di sini saja kalau tidak ada angkutan, bahaya", huhhhh. Selesai makan bubur lalu membayar dan duduk manis lagi di kursi ini, di sebelah kiriku ada seorang lelaki yang setelah kutanya ternyata dia ketinggalan bus juga. Aku : dari mana emang bang? Lelaki itu : dari tangerang, kalau rumah sih emang di sini Lampung Aku : nungguin bus juga? Lelaki itu : udah gak ada, nunggu aja besok pagi Aku : gak ada alternatif angkot biasa atau ojek bang? Lelaki itu : ngeri bang, ini Lampung, udah malem pula kan, agak rawan di sini Aku : abang kan orang sini? Lelaki itu : nah saya aja orang sini gak begitu berani bang, di sini lebih parah, di pulau jawa sih masih ada ramah-ramahnya, di sini mah garang. Aku : iya sih bang, kita gatau soalnya Lelaki itu : mending di sini aja sampai pagi nunggu ada bus aja. Kami berdua diam saja sambil bingung dan sambil ngantuk. Lama lalu kami putuskan untuk mencari angkot sesuai anjuran Adit kalaupun harus muter-muter. Ke sana ke belakang terminal jalan kaki. Itu ada angkot berwarna biru muda atau entah abu-abu, karena gelap jadi kurang jelas. Tapi itulah angkot menuju kota bandar lampung yang dianjurkan Adityas tadi. Aku : bandar lampung bang? Sopir angkot : iya Aku : ayo bang Sopir angkot : kerok kalau cuma berdua. Sudahlah, angkot ini gak mau jalan. Kami berdua jalan kaki dulu, jalanannya turun sedikit dan harus belok kiri atau kanan karena kalau lurus ada pagar. Kami memilih ke kiri karena apa? Karena ada plang bertuliskan "Bandar Lampung -> 7km", hmmm jauh!! Di sini gelap juga sepi, bisa kamu bayangkan jalanan di belakang terminal malam hari tanpa lampu penerangan. Terus saja jalan, jauh dan tiba-tiba ada mobil yang berjalan pelan di sebelah kanan kami karena kami berjalan di sebelah kiri jalan. Pengendara mobil : kemana? Aku : pringsewu pak Pengendara mobil : mau naik? Aku dan si reda bingung, lalu dia bilang lagi Pengendara mobil : 300ribu berdua ke pringsewu mau? Aku : makasih pak, enggak Dia langsung ngeluyur lagi, bodoamat!! Kami masih jalan kaki. Dari kejauhan terlihat ada pos, entah pos apa. Setelah makin dekat baru terlihat itu pos LLAJ. Aku dan Reda berniat istirahat dan mau mengajak ngobrol petugas itu. Tapi? Setelah aku menaruh barang bawaan dan membakar sebatang rokok, aku bilang "numpang duduk ya bang". Tak dijawab, ngeselin ah, jadi langsung kuangkat lagi keril dan ngeluyur sambil kesal. Jalanannya nanjak, capek pegel, ini jam 10 malam lewat malah. Sepi sekali di sini, si reda tiba-tiba bilang Reda : a, serem ya Aku : iya lumayan Reda : asal jangan beli koran lokal aja Aku : .......????? (Gak ngerti) Reda : si ipung (sepupu kami) kemaren main di sini, beli koran lokal isinya banyak berita pembunuhan, penodongan, di angkot, di jalanan. Aku : iya gausah beli koran, mending gak usah tau apa-apalah. Kami jalan kaki terus, nanjak jalannya. Mau istirahat tapi harus di tempat ramai. Dan sebenarnya sambil menunggu angkot yang tak kunjung lewat, ahh. Tapi di depan kami tepatnya diseberang jalan ada tulisan yang menyala "MALL LAMPUNG", aahhhh sudah tutup sih tapi jadi gak takut dan tiba-tiba merasa harus mengambil kamera lalu berpoto. Asik di sini, kami merasa bodoamat dengan orang-orang yang tadi sudah membuat kami hampir agak takut. Bergiliran dipoto lalu sudahi dan jalan lagi. Sepertinya ini yang kami lewati adalah UNILA. Ingin rasanya masuk lalu menemukan sekretariat mapala di sini. Tapi sepi dan kepikiran "oh ini hari lebaran yang libur, mereka mudik mungkin". Jadi, kami terus saja jalan dan melewati pos polisi yang kosong, lampu merah, tukang nasi goreng, dan banyak lagi pokoknya. Terasa lama tapi seru, dan sekarang sudah hampir jam 11 malam. Duduk dulu di seberang klinik sambil menunggu angkot. Tapi ahh, dikagetkanlah kami berdua oleh suara petasan di tengah jalan, hahaaa. Seru sih lihat petasan tapi kasihan yang bawa kendaraan pasti kaget, takutnya mereka celaka. Tapi angkot yang kami tunggu tak kunjung lewat, setelah akhirnya ada lewat dengan keadaan pintu tertutup mau masuk kandang, ahh. Tiba-tiba ada sekitar 4 orang yang lewat dan menghampiri kami untuk kemudian bersalaman saling bertanya. Mereka mahasiswa di sini, aku enggak nanya kampusnya apa. Mau pulang ke kostan katanya sambil menawarkan rokok yang kami tolak karena punya dan kami juga sedang menghisap rokok (jangan ditiru). Tak lama mereka langsung pergi lagi, dan handphoneku berbunyi. Adityas yang menelpon dan harus kujawab Aku : siap om Adit : di mana om? Aku : di pinggir jalan om Adit : jalanan mana om? Aku : gak tahu om, sambil nunggu angkot tapi gak ada, dari rajabasa ke arah bandar lampung Adit : wah jauh juga om, coba ciri-ciri tempatnya gimana? Aku : di sebrang ada kedaton medical center Adit : yaudah tunggu aja deh om, saya sama noval jemput sekarang, paling 1jam sampai Aku : wah ngerepotin om, makasih hehee Adit : di situ aja ya om, tunggu kita Aku : oke om siap Adit : siap (telpon beres) Sekarang jam setengah 12 malam. Lama nungguin Adit tapi biasa aja karena sedang asik memperhatikan genk motor yang sedang konvoi bolak-balik gak jelas. Jam 12 lewat beberapa menit Adityas dan Noval tiba, noval berhenti dan adit bablas tak melihat kami tapi akhirnya balik lagi, hahaa. Tak sampai satu jam mereka, cepat juga. Karena ini kali pertama kami bertemu langsung, jadi harus banyak ngobrol dan menanyakan apapun untuk saling kenal. Siapa tahu nanti jatuh cinta setelah kenal, tapi gak mau karena kami bukan homo, hahaa. Noval : udah makan om? Aku : udah tadi bubur kacang Noval : belum berarti, ayo cari makan Aku naik motornya noval, si reda naik motornya adit. Kami dibawa entah kemana diculik dan akhirnya diturunkan di depan tukang nasi goreng untuk kemudian noval memesan 4 porsi nasi goreng lengkap dengan kerupuk dan dibungkus. Nasi goreng jadi dan noval mengambil juga membayar lalu berjalan ke sebelah tukang nasi goreng itu dan berhenti di depan "MUSEUM LAMPUNG", duduk di bawah lalu segera menghabisi nasi gorengnya karena ternyata aku lapar, hahaa. Noval dan adit menjawab semua pertanyaanku tentang museum ini, termasuk isi di dalamnya dan pernah kebakaran katanya. Langsung saja kubilang "harus masuk nanti ke dalam museum biar tahu banyak tentang lampung". Setelah ini kami kembali duduk di motor yang sedang menyala untuk bisa sampai ke pringsewu, rumahnya adityas. Lumayan jauh ternyata, sekitar 50 menit kami di motor lalu sampailah di rumah adit. Banyak yang aku sama noval obrolkan di motor. Sesampainya di rumah adit ini kami di sambut oleh ibu dan bapaknya. Entah mereka belum tidur atau terganggu dengan bisingnya kedatangan kami. Maafkan kami, bu, pak, hehee. Duduk di kursi yang nyaman dan banyak kue di atas meja, gak bisa aku sebutkan satu per satu kue apa saja, seperti nastar, keripik, kacang asin dan pokoknya banyak. Aku memilih kacang asin dan suka. Kamu juga suka kan? Lalu pegal ngunyah dan susah berhenti walaupun pegal karena toplesnya masih terbuka dan dekat di situ. Tahu tidak? Adit langsung membuatkan kami kopi asli sini, kopi Lampung, sedap rasanya kopi hitam asli Lampung ini, ahh. Banyak yang kami bicarakan di sini, termasuk tentang mendaki gunung, keluarga, pekerjaan, sekolah kami dulu, dan usia. Lalu aku malu ngomongin usia karena merasa paling muda, jika ditanya pasti akan kujawab 18tahun usiaku. Tapi ada si reda adikku yang pasti lebih muda dariku, selisih kami 4 tahun dan dia tak pernah berhasil mendahului usiaku. Sebelum akhirnya hal yang tidak kami inginkan terjadi, yaitu lupa waktu. Ternyata sudah hampir jam tiga pagi. Itu tandanya kami harus ke kamar mandi untuk ganti baju, cuci muka, cuci kaki, tak perlu cuci piring, dan tidur. Sebelum besok kami harus bangun dan melanjutkan memulai pendakian ke gunung yang kami tuju.

Lanjutan Catatan Perjalanan Menyusuri Lampung (hari ketiga tgl 21 Juli 2015) Pendakian Gunung Tanggamus bersama teman baru yang indah dikenang

Hari ketiga (Selasa 21 Juli 2015)

Sepertinya hari ini sedang "selamat Selasa semoga gak nelangsa dan tetap suka cita", kutemukan di salah satu kontak aplikasi sosial media yang diinstall di handphoneku. Aku bangun pagi jam 5 atau kurang mungkin lalu tidur lagi. Jam setengah 8 si reda masih tidur. Kuambil handphone dan karena kami tidur di kamarnya Adit tapi aditnya gak ada di sini, jadi kucoba hubungi adit lewat aplikasi blackberry messenger. Bunyinya sih di situ, di balik pintu kamar ini tepatnya ruang keluarga tapi gak dijawab bahkan dibaca sekalipun. Ahhh adit masih tidur nyenyak padahal sudah jam setengah 8 waktu Indonesia bagian Pringsewu, Lampung. Kusuruh si reda bangun lalu aku pergi saja ke sana, ke kamar mandi. Keluar kamar ini langsung hadap kiri di depan pintu dan langsung belok kiri lagi. Di sana ada meja makan, lemari es, kursi dan gelas piring juga ada. Lurus saja lewati itu semua dan belok kiri lagi ada pintu kamar mandi. Kamu harus buka dulu pintunya untuk kemudian bisa masuk ke dalam. Sudah ditunggu oleh air, gayung, ember, sabun, sikat dan pasta gigi di dalam sini. Kamar mandinya wangi, beda dengan kamar mandi di sekolahan yang bau tidak sedap bahkan di kampus yang katanya tempat manusia berpendidikan pun masih kujumpai bau pesing. Ah sudahlah itu oknum mungkin yang gak mau menyiram bekas limbahnya sendiri, seperti ayam ya? Atau kucing? Ah kucing malah mengubur kotorannya!! Seperti kamu, aku menggosok gigi lebih dulu sebelum membasahi semua badan. Tapi aku malu menceritakan kegiatan ini. Jadi, anggap saja sekarang aku sudah di kamar berpakaian rapi dengan rambut yang kusisir ke belakang semua seperti dewa judi. Kusuruh si reda mandi, dan aku sudah di ruang tamu setelah adit bangun membuatkan kopi untuk duduk bersama di sini di ruang tamu termasuk ayah dan ibunya adit. Segar rasanya setelah mandi, apalagi di depanku ada kopi berikut kue. Kamu jangan minta!! Tiba-tiba ada suara "Sarapan dulu sana", itu suara ibunya adit yang artinya menyuruh kami untuk makan di pagi hari. Ke sanalah kami, ke meja makan bertiga aku, adit dan reda. Sudah ada rendang, sayur, sambal, dan lainnya aku lupa. Dan tentu saja nasi yang hangat seperti menantangku bertempur dengan bersenjatakan sendok saja sudah cukup, aku pasti menang!! Ah kenyang rasanya sarapan kali ini, tak seperti nanti entah apa yang akan kami makan di atas gunung. Kukira kami akan berangkat ke gunung pagi ini. Tapi sampai sekarang sudah siang nyatanya masih di sini dengan kedatangan tamu sepasang kekasih temannya adit. Aku berkenalan, yang lelaki namanya Ireng, yang perempuan epi ya dit? Reng? Lupa aku maaf, hehee. Ireng ini juga seru, asik, karena mungkin setelah nanti aku tahu bahwa dia juga koboi kampus yang pindah-pindah kampus dan susah lulus sepertiku hahaa. Nanti kuceritakan di sesi curhat tengah malam di atas ketinggian sana, di gunung Tanggamus. Ini bahkan sudah terdengar adzan ashar, kami masih ngobrol apa saja untuk bisa dikategorikan bahwa kami manusia normal yang senang bercerita. Lalu datang lagi lah temannya adit juga, malah ini saudaranya, Yovi namanya. Orangnya seperti keturunan chinese, dan nanti kuberitahu bahwa dia kerja di Pertamina di daerah Jakarta, panjang ceritanya. Setelahnya Kemudian datang lagi satu orang lelaki bernama Kelvin dengan keadaan mata merah seperti habis ngebut di motor dengan kecepatan 100km/menit dan jarak 1000km. Diam awalnya, tapi ternyata Kelvin ini lucu, hahaa sehat vin? Semoga kau baca ini, hahaa. Dan datang lagi dua perempuan yang ternyata temannya adit juga, mereka kakak adik. Setelah aku tahu bahwa yang kakaknya itu adalah mantan pacar Kelvin, hahaa maafkan aku vin, tapi ini perlu ditulis biar seru gak apa ya? Kami semua ngobrol banyak sebelum akhirnya adit pergi membeli logistik untuk kebutuhan kami di gunung nanti. Hey, lihat itu adit sudah kembali membawa banyak plastik entah apa isinya. Itu tandanya kami harus segera packing semua barang yang akan dibawa ke gunung termasuk membawa kenangan masa lalu dan membuangnya di atas sana ke jurang yang enggak kelihatan dasarnya, ahh. Ireng naik motor sama pacarnya, reda dibonceng adit, wanita kakak beradik masih setia satu motor dan aku dibonceng kelvin. Lama di jalanan dan kupikir kami sudah mau sampai tapi ternyata mampir dulu ke rumahnya Ireng di Talang Padang. Oh ya aku lupa, tadi pagi aku membuat status untuk siap berangkat menuju gunung tapi tak bilang gunungnya tanggamus. Dan ada salah seorang teman, Alex namanya, iya bang Alex. Dia bertanya Alex : "Ke tanggamus ya?" Aku : iya bang, kok tahu? Alex : dari kemarin gue perhatiin statusnya sinkron terus sama temen bbm gue satu lagi Aku : siapa emang bang? Alex : ini di pringsewu ya? Aku : kok tahu sih bang? Alex : di rumahnya adit bukan? Aku : hahaaa ketauan gue ahh Alex : hahaa sehat di? Mau naik kapan? Jadi pengen ikut Aku : alhamdulillaah sehat, bang alex sehat? Mau naik hari ini tapi baru bangun tidur, dmn ente bang? Alex : alhamdulillaah sehat juga, ane di rumah bini, orang gisting Aku : wah sekalian ikut aja atuh bang Alex : tapi gak bawa peralatan tempur, cuma daypack sama sepatu Aku : seadanya bang, tenda dan lainnya kita bawa kok, cukup pasti Alex : gak enak di, tendanya cukup gak? Aku : ane bawa tenda kapasitas 2/3 orang bang, ente ntar tidur bareng kita, adit mah bawa tenda lagi. Alex : oke deh nanti dikabarin lagi ya, soalnya belum pasti, hari kamis harus pulang ke tangerang lagi Aku : ikut ajalah udah, kabarin aja nanti janjian, tanya adit aja buat tempat janjiannya, jangan lupa bawa kopi item yang banyak ya bang, hehee Alex : oke siap nanti dikabarin lagi. Itu percakapanku di pagi hari setelah bangun. Bang alex itu sudah sering ngobrol denganku di bbm, tapi belum pernah berjumpa, begitu juga dengan adit ini kali pertama jumpa. Sampai di mana tadi? Di rumahnya pacar ireng ya? Di daerah talang padang?. Di sini mereka packing ulang, merapikan tenda dan lainnya. Aku mah minum es aja seger, yovi tadi yang beliin. Setelah beres kami lanjutkan perjalanan ke daerah gisting untuk janjian di depan Indomart dengan bang alex. Tapi sebelumnya kami menemui teman adit juga di sini, Ebonk namanya. Aku duluan dengan kelvin dan ireng ke gisting, adit dan reda ke tempatnya ebonk. Setengah jam perjalanan kurang lebihnya mohon maaf, kami tiba di tempat janjian dengan bang alex. Aku lihat seorang dengan jaket biru, tas daypack besar lengkap sepatu gunungnya sedang berdiri di sana. Langsung kuhampiri setelah lebih dulu turun dari motor dan menyapa Aku : bang alex? Alex : iya, nandi ya? Aku : iya bang, hehee Alex : mana adit nya? Aku : di belakang bang, kita kenal lama di bbm, rumah gak terlalu jauh tapi ketemunya di Lampung, hahaa Alex : hahaa iya bener juga ya. Masih banyak obrolan kami, tapi aku lupa yang lainnya ngobrol apa. Sekarang adit sudah tiba, juga reda, juga ebonk, kamu ke sini, rameeeee!!!! Sebelum akhirnya kami berjalan lagi menuju desa terakhir untuk pendakian gunung Tanggamus ini. Naik motor sih gak jalan kaki, ke desa Ujung Aspal. Di sini benar-benar ujung aspal karena aspalnya mentok sampai di sini, kelanjutannya jalanan berbatu dan tanah menuju perkebunan sayur warga setempat. Kamu tahu? Di sini sangat indah!! Rumahnya asri, ada yang bergaya modern, ada yang bergaya tradisonal rumah panggung. Dan di depan rumahnya selalu ada tiang kayu yang bertuliskan ada yang "pemuda", "asri", dan banyak lainnya. Buat kamu yang tahu arti dan maksud tulisan tersebut tolong jelaskan ya ke aku. Hebatnya lagi rumah di sini tak ada satupun yang dekat dengan jalanan. Selalu ada jarak 10-15 meter kira-kira dari halaman depan sampai rumahnya. Gak seperti di daerah kita yang jabodetabek, sampai-sampai nempel dengan aspal itu pintu rumah. Dan di tiang kayu tadi ada lampu penerangan yang kalau itu di sini mungkin sudah habis digondol maling iseng. Juga selalu ada 2 tempat sampah terbuat dari kayu untuk sampah organik dan non-organik. Bisa kamu bayangkan di jalanan yang nanjak ini pemandangannya seperti yang kujelaskan tadi. Bersih!!!! Kami sekarang di halaman rumah warga setempat untuk menitipkan motor. Sudah jam 7 malam sekarang ini. Sebentar lagi kami akan memulai pendakian ini, bismillaahirrahmaanirrahiim... Jalanan menanjak dan berbatu, masih lebar selama beberapa menit sebelum kami harus belok kiri ke perkebunan sayur milik warga yang jalannya langsung menanjak tajam. Oh ya sebelumnya kuceritakan bahwa katanya di sini banyak pacet, dan aku malu melihat pacet, bukan takut!! Baiklah, jalanan masih menanjak gelap dibantu cahaya dari senter di kepala kami masing-masing. Sambil ngobrol lalu ebonk bilang ini namanya tanjakan inshaAllah. Tapi kelvin bilang ini tanjakan sirotolmustaqim. Ampun deh ini tanjakan lurus dengan kemiringan yang lumayan membuat dada kami serasa sesak. Sangat panjang dan tak terlihat ujungnya padahal lurus. Akhirnya terpaksa aku yang enggak kuat nafas ini meminta untuk istirahat sebentar. Mau duduk tapi inget pacet. Berdiri terus tapi pegal. Akhirnya dengan membaca bismillaah dan berkata dalam hati "bodoamat pacet, gue pegel", aku terpaksa duduk. Tapi tetap saja headlamp aku arahkan ke kiri dan kanan juga depan belakang sambil melihat sedetil mungkin untuk memastikan tak ada pacet yang akan mencium badanku yang berkeringat seksi ini. 10 menit kurang lebihnya sekali lagi mohon maaf, kami mulai melanjutkan pendakian lagi di trek yang masih menanjak ini. Aku, reda, bang alex, dan adit, paling belakang. Sebetulnya mereka kuat, tapi mungkin nemenin aku aja yang nafasnya sudah di ujung tinggal sedikit. Daaaannnn, berhenti lagi karena tanjakan sirotolmustaqim ini masih panjang, hahaa ampun. Selesailah tanjakan yang kusetujui namanya inshaAllah sirotolmustaqim ini. Tapi bukan berarti sudah tak menanjak treknya. Paling tidak jalanan sekarang gak lurus seperti tadi, masih tajam tapi berbelok dan dihalangi semak belukar. Gak terlalu kelihatan sadisnya, hahaa. Ini sudah hampir satu jam perjalanan. Kata ebonk sebentar lagi sampai. Lalu kujawab saja itu hal biasa dalam proses pendakian. Tapi paling tidak aku mencoba meyakinkan diriku sendiri bahwa ini sebentar lagi sampai di tempat camp kami sebelum melakukan summit ke puncak, biar aku dibohongi oleh pikiranku sendiri untuk membuat senang diri sendiri bahwa sebentar lagi sampai. Padahal ini sudah satu jam dan belum sampai. Tapi sampai di tujuan itu adalah hal pasti karena kami terus berjalan, berusaha, dan berdo'a semoga tujuan kami mendekat menghampiri kami, aamiin. Agak lama lagi tapi akhirnya kami sampai di tempat camp terakhir ini, pos Sonokeling namanya. Horreeeeee!!!! Buka baju karena keringat banyak ini, sambil lalu mendirikan tenda. Merapikan barang biar masuk rapi di tenda, dan mengeluarkan peralatan tempur untuk kopi dan teh. Aaahhh, indah suasananya. Sepi di sini, cuma kami bersepuluh manusia yang berkomposisikan dua wanita dan delapan lelaki sejati. Coba lihat ke depan sana, ke bawah sana banyak lampu perkotaan yang indah menyala. Ingin rasanya aku berteriak dan memerintahkan semua manusia di bawah sana untuk mematikan dan menyalakan lampu secara bersama-sama dan terus menerus selama 20 kali, pasti akan indah kelap-kelip sambil kurekam dengan fitur video. Sekarang sudah jam 10 malam dan nasi sudah matang berikut lauknya, hangat pasti nikmat. Ayo kita habisi makanan ini, jangan disisakan kalau enggak mau dibilang setan. Karena mubadzir itu perbuatan setan, bukan begitu sayang? Alhamdulillaah kami berhasil menghabisi makanannya cuma dengan tangan kosong dan berkat do'a sebelum makan tadi. Sekarang yang wanita yang berkreasi. Mereka seperti sedang membuatkan teh dan kopi untuk kami semua nikmati bersama-sama sambil ngobrol ditemani keripik yang dibawa oleh yovie berikut saus pedas yang akhirnya kami berebutan sambil tertawa. Ah, hangat suasana di sini. Hangat oleh rasa persahabatan, seperti kami sudah mengenal sejak 675tahun lalu. Sambil menulis ini aku terbawa perasaan oleh rindu suasana kita saat itu, di pos sonokeling gunung tanggamus. Kalian tahu? Saat itu kita baru kenal beberapa jam saja. Tapi kenangannya terbawa sampai sekarang serius aku merindukan kalian semua. Adit, Yovie, Ebonk, Ireng, Kelvin, Bang Alex, pacar Ireng dan wanita satu lagi mantan pacarnya Kelvin. Boleh aku mengingat kita saat itu sambil memejamkan mata dan sedikit hiasan air mata perasaan rindu? Malam ini sedang gerimis dan aku sedang menulis ini. Kalian berhutang padaku untuk main ke tempatku suatu saat nanti!! Sudah cukup kebawa perasaannya. Di sinilah kami seperti sedang mencurahkan masa lalu dan kenangannya. Di sini pula aku tahu bahwa Ireng pernah berpindah-pindah kampus. Lama lulusnya, itu sama sepertiku Reng!! Tapi akhirnya kita sudah lulus kan? Kau juga pasti merasakan indahnya masa-masa yang kita anggap sulit dan kini berubah menjadi kenangan indah. Karena apa? "Karena sesuatu hal yang kau anggap sulit, jika berhasil mengatasinya maka sekarang telah berubah menjadi kenangan yang indah luar biasa". Itu melebihi indahnya moment saat kau diterima menjadi pacar seseorang yang kau inginkan. Lagi seru ngobrol kami kedatangan tamu satu orang lelaki, itu Eeng yang datang. Eeng itu sudah seperti dianggap menguasai trek gunung ini dan akan mengantar kami ke puncak besok. Eeng orangnya pendiam, dan suka main COC. Lalu kami tertawa lagi karena ebonk dan eeng. Ebonk : eng poto bentar Eeng : ........(diam aja dan bersiap dipoto) Ebonk : senyum dikit eng Eeng : ..........(senyum lebar) Ebonk : itu kebanyakan senyumnya, gue bilang dikit aja senyumnya. Hahaaaa aku sih tertawa karena itu lucu, yang lain juga ketawa, entahlah kalau sedang galau mungkin akan menganggap tidak lucu. Bang alex banyak bercerita tentang masa kuliahnya dahulu kala, juga tentang pekerjaannya yang selalu dikejar target. Ireng bercerita tentang dia harus dan akan mengajar di salah satu MTS/SMP. Sambil minum teh dan indah rasanya. Jam 2 pagi sekarang, reda dan bang alex sudah masuk tenda untuk tidur. Aku, kelvin, ebonk, dan lainnya masih setia menemani keindahan lampu kota yang sedang bagus. Sampai sekarang sudah jam setengah 4 pagi dan akhirnya kami harus masuk tenda untuk tidur karena pagi nanti harus segar untuk bisa summit attack sampai puncak tanggamus yang katanya membutuhkan waktu sekitar 5jam perjalanan dari pos sonokeling ini. Selamat malam semuanya, selamat menikmati mimpi kalian, semoga yang indah dikenang, sampai berjumpa nanti jam 6 pagi. Salam sayang juga rindu, muach... kiss emotikon

Lanjutan Catatan Perjalanan Menyusuri Lampung Hari ke-4, Rabu (22 Juli 2015).

Pagi ini aku bangun dengan mengingat quote di twitternya Surayah dengan "selamat menempuh hidup RABU".

Aku bangun dan harus kaget karena? Karena bangun di tengah hutan. Baru kemarin aku bangun di sebuah rumah, dan sekarang sudah di hutan. Dan lebih kaget lagi karena sekarang sudah jam setengah 7 pagi. MashaAllaah aku gak solat subuh, astagfirullaahal'adziim maafkan kami semua ya Allah. Semoga Engkau mengampuni semua dosa-dosa kami semua juga yang sedang membaca ini, aamiin. Jelaslah ini melenceng dari jadwal yang seharusnya kami mulai melanjutkan pendakian ke puncaknya gunung Tanggamus ini. Seharusnya kami sudah berangkat nanti jam 7, tapi sekarang sudah jam setengah 7 dan baru bangun. Jadi inget lagi quote Surayah "aku memang tidak rajin bangun pagi, tapi aku rajin bangun siang", ahhh. Langsung saja segera memasak air, nasi, lauknya, juga kopi pagi jangan lupa. Butuh waktu lumayan lama untuk memasak semua ini bergantian karena cuma ada 2 perangkat nesting dan 2 kompor. Sekarang kami sedang duduk berkumpul sambil memasak dengan mata yang masih mengantuk. Efek begadang nih, kataku dalam hati. Aku harus minta maaf sama Haji Rhoma Irama karena begadang gak ada perlunya. Maafkan kami pak haji. Sekitar jam setengah 8 kami beres memasak dan langsung saja sarapan hampir mendekati jam 8 yang sedang Rabu pagi ini. Dilanjutkan dengan kopi panas sambil menyiapkan barang yang akan kami bawa ke puncak, dan yang harus ditinggal di tenda lalu dibawa pulang oleh yang lainnya yang akan turun. Iya, karena yang akan ke puncak hanya aku, reda, adit, bang alex, dan eeng. Yang lainnya? Mau turun ke tempat kami menyimpan motor yaitu Ireng, pacarnya, dahlia, kelvin, dan ebonk juga yovie. Aku hanya membawa daypack yang kutempelkan di keril saat berangkat dari rumah. Reda membawa badan. Adit membawa tas slempang dan bekal air minum. Bang alex gendong daypack. Dan eeng mengangkut tas slempang miliknya sendiri. Cuma air minum, kopi, dan peralatan masak yang kami bawa ke puncak. Karena katanya trek tak memungkinkan untuk mengangkut barang besar. Kini kami akan memulai perjalanan. Berpamitan dengan teman yang akan turun lalu mulai berjalan. Baru saja sekitar 5 menit berjalan, adit entah apa aku enggak tahu. Dia balik lagi ke basecamp. Lalu tiba-tiba sudah ada lagi di belakangku dan dia teringat tangannya kosong yang ternyata air minum untuk kami semua tertinggal. Jadi saja dia harus turun kedua kalinya, adit pelupa, faktor usia ya? hahaaa. Sangat terjal tanjakan di sini dan banyak persimpangan jalan. Masih ada beberapa perkebunan warga yang kami lewati. Di depan sana terdengar suara binatang sepertinya monyet!! Kamu tahu? Di sini jalannya setapak kecil dan menanjak. Di sebelah kiriku semak belukar yang tinggi, dan di kananku juga. Selesai melewati perkebunan sayur milik warga. Sekarang sedang musim kemarau, tapi jalanan ini tetap lembab. Yang membuatku bingung adalah jalanan di sini banyak persimpangan. Yang agak berbelok ke kiri jalannya lumayan besar cukup dua orang, dan di kananku jalannya sangat kecil tertutup semak belukar yang tinggi. Inilah maksud dari Eeng mengantar kami. Karena jika kamupun jadi aku, kamu pasti akan memilih jalanan menanjak yang agak besar dan jelas jalannya. Jalan yang dipilih Eeng selalu tidak menunjukan bahwa itu adalah trek yang benar. Aku dan si reda juga bingung. Ketika ada pertigaan selalu saja melewati jalan yang seperti jarang dilewati manusia. Bahkan, ada trek yang dipilih eeng padahal tidak terlihat ada pertigaan di sana. Jalannya lurus setapak tapi tiba-tiba eeng memilih ke kiri atau ke kanan yang harus kamu lewati dengan cara menundukan kepala juga badanmu. Beberapa kali seperti itu terus menerus. Pokoknya trek menuju puncak ini bikin aku bingung. Banyak pertigaan yang tidak jelas bahkan banyak beberapa kali harus berbelok ketika tidak ada jalan bercabang. Terimakasih Eeng sudah mau-maunya mengantar kami menuju puncak ini. Gak kepikiran jadinya kalau enggak diantar. Sekitar satu jam berjalan memasuki pintu rimba dengan kerapatan hutan yang makin menyempit, kami harus beristirahat lagi setelah tadi pun sekitar 2 kali istirahat. Di sini Eeng mulai menyarankan kami untuk memakai lotion anti nyamuk. Kamu pikir di sini banyak nyamuk? Bukan!!! Ini adalah senjata untuk bisa membuat PACET menjauhi kami semua, itupun kalau tidak luntur oleh keringat seperti basah akibat mandi. Ah pacet, selalu membuat aku merasa MALU. Selesai membalur semua tangan, kaki, leher, dan kuping kami berjalan lagi mendaki. Oh ya, aku adalah orang yang tidak bisa mendaki gunung dengan pakaian lengkap seperti celana panjang, baju tangan panjang, penutup leher, gaiter, dan jaket. Meskipun mendaki dalam keadaan jam 2 malam, tetap saja akan memakai celana pendek dan kaos pendek karena kamu pasti tahu saat berjalan menanjak dengan beban di punggung yang berat pasti akan terasa panas berkeringat. Tapi sekarang beda, aku memakai pakaian tertutup lengkap dari atas sampai bawah. Karena satu hal : "aku malu sama pacet!!!". Panas rasanya, berkeringat badanku tercampur bau lotion anti nyamuk tadi. Bisa kamu bayangkan baunya sangat pasti tidak enak, bahkan akupun mau muntah rasanya. Tiba-tiba bang alex terlihat seperti meminum obat untuk lambung. Dia masuk angin mungkin, karena sekarang kulihat dia sedang akan muntah. Lalu sambil berdiri aku dikagetkan dengan kedatangan seekor pacet di tanah. Langsung saja aku mah menjauh dengan sombong dari pacet itu. Biarin dibilang sombong, aku sedang tidak ingin bercanda dengan pacet, apalagi mendonorkan darahku. Si reda menendang pacet itu dan GOOOOOOLLLLL!!!! syukurlah sudah pergi terbang jauh pacetnya, aku malu. Perjalanan kami lanjutkan lagi sekarang. Buseeettt ini trek lembab di saat kemarau, menanjak terjal setapak dan hutannya rapat sampai-sampai kami harus menyingkirkan ranting atau semak-semak dengan badan masing-masing. Sekarang apa? Perutku mual mencium bau lotion anti nyamuk ini. Perutku juga kembung, mual, mau muntah. Ahh ini akibat tidur terlalu pagi dan masuk angin mungkin, aku ngomong sendiri dalam kepala. Kami beristirahat dan aku muntah sekarang. Tidak banyak yang keluar lagi dari lambungku, tapi lumayan untuk menguras tenagaku kali ini. Ahh, lemas rasanya setelah muntah. Masih saja kembung perutku, kepalaku mulai pusing dan aku sempoyongan. Bagaimana ini? Ingin kembali tapi terlanjur. Mau diterusin tapi takut ngerepotin. Di sini seharusnya aku dan lainnya mulai berpikir jernih. Benar kata orang itu, manusia selalu berusaha berkompetisi dengan gunung, dan gunung selalu menang!! Aku coba mikir dengan serius sampai diam beberapa menit enggak mau diganggu. Badanku mulai ngedrop sekarang. Kamu tahu pasti sulit berpikir dengan keadaan sepertiku ini. Naik gunung bukan tentang melulu puncak, bukan melulu ego, bahkan kita harus mengesampingkan ego masing-masing. Ini adalah tentang kerjasama tim. Mampukah tim ini membawa seorang manusia sakit mencapai puncak? Sedangkan ini baru satu jam lebih kami berjalan. Mampukah nanti turun lagi? Dan mampukah aku yang sakit ini mengesampingkan ego tujuan puncak untuk turun kembali dan merelakan yang lainnya melanjutkan mencapai puncak? Sulit bagiku, yang lain diam dan aku berbicara dengan si reda. Aku : de, aa turun lagi ya? Reda : kenapa emang a? Aku : udah gak kuat, daripada ngerepotin yang lain Reda : beneran mau turun? Yaudah Aku : paling enggak ada satu orang dari kita yang akan nyampe puncak Reda : iya Aku mulai ngobrol dengan yang lain. Aku : Om adit, bang alex, bang eeng, saya gak bisa lanjutin ke puncak ya, udah gak tahan pusing. Paling enggak ada yang wakilin, si reda, hehee. Gak apa kan ya? Mereka seperti punya perasaan gak enak harus kayak gini. Adit terutama mungkin, aku jauh-jauh ke sini untuk bisa sampai puncak tanggamus. Lalu adit ngomong Adit : saya coba hubungi ireng dulu om, kali aja masih di basecamp belum turun Aku : iya om coba ya Adit : gak nyambung om, sinyalnya udah gak ada Aku : minta nomornya ireng aja om, ntar aku hubungi sendiri biar nunggu Adit : oke ini catet om Langsung kucatat nomornya ireng di handphoneku. Jaga-jaga takutnya mereka sudah turun dan aku sendirian sedih. Sekali lagi aku bilang sama mereka untuk pamit turun dan menitipkan si reda adikku. "Om adit, bang alex, bang eeng, jagain si reda ya". Itu bukan karena si reda lemah, tapi hal wajar yang keluar dari mulut seorang kakak, bukan begitu sayang? Syukurlah semoga kalian mengerti. Aku meminta sedikit air untuk turun. Lalu langsung saja turun pelan-pelan dengan perasaan pantang menengok ke belakang lagi. Sudah cukup!! Kalau aku tergoda terus oleh bayangan puncak dengan keadaan fisik seperti ini akan berbahaya bahakan bukan buat aku saja, tapi membahayakan semua anggota tim. Sekarang aku sedang turun sendirian hanya berbekal air di tangan kanan. Daypack kuserahkan sama si reda. Kamu tolong bantu aku, ini aku sedang bingung memilih jalan harus ke kiri atau kanan, ahh. Sepertinya aku mengambil ke kiri saja ya, ada kebun sayur yang barangkali kalau nyasar aku bisa diarahkan oleh warga yang sedang di kebun. Sambil tak lupa mengingat setiap pertigaan tadi, jika harus kembali dan mengambil jalan sebaliknya. Akhirnya sekarang aku tersesat alias nyasar, hahaa. Kemana ini? Jalannya di mana? Sekarang ada pertigaan lagi, ke kanan jalanannya turun curam dan lebar. Ke kiri jalanannya turun landai dan sempit setapak. Aku enggak ngerasa ngelewatin jalan ini keduanya, gimana dong? Coba dulu yang turun curam ke kanan sambil badanku melompat-lompat berharap melebihi tingginya semak-semak ini lalu melihat apapun yang ada di baliknya, dan nihil. Terlalu jauh kayaknya aku nyasar nih. Kemudian berputar balik kanan grak!! Aku balik arah menanjak lagi dan akan mencoba jalan yang tadi ke kiri padahal, tapi dari arah sini jadi ke kanan. Tentu saja coba kita ilustrasikan. Di depan kamu sekarang ada pertigaan jalan ke kanan dan kiri dengan sudut sekitar 110°antara jalan kanan dan kiri itu. Kamu mengambil jalan ke kanan dengan sudut 90°dari jalan yang sekarang sebelum pertigaan atau 0°terhitung dari titik kamu berdiri di depan pertigaan, padahal kalau ke kiri sudutnya jelas 110°terhitung dari titik kamu berdiri sekarang. Kamu berjalan ke kanan yang jalannya turun curam sambil melompat-lompat karena semak belukarnya tinggi dan kamu ingin tahu apa yang ada di baliknya. Setelah kamu memastikan bahwa sedang tersesat, kamu putar arah balik lagi ke titik 0 (nol) tadi. Sekarang kamu akan mencoba jalan yang tadi belok ke kiri. Tapi dikarenakan tadi sudah mengambil arah kanan dan ternyata salah lalu memutar arah, maka sekarang kamu harus belok kanan lagi dengan sudut sekitar 20°jika kamu berdiri tepat di depan pertigaan tersebut. Itu adalah jalan yang tadi sudutnya adalah 110°terhitung dari depan pertigaan sebelum kamu mengambil jalan ke kanan yang sekarang ini sedang salah. Ah sudahlah pusing aku enggak pinter matematika. Lanjutkan ya. Sekarang aku sedang berjalan di arah sebaliknya. Berharap ini jalan yang lurus dan benar, semoga kita selalu berada di jalan yang benar, aamiin. Tapi, aku enggak ngerasa juga pernah ngelewatin jalan ini. Oh berarti harusnya aku mengambil jalan ke arah kanan jauh sebelum pertigaan tadi. Mau putar arah tapi masih penasaran karena semak belukarnya enggak terlalu tinggi. Kini aku berjalan menurun, di bawahku sudah kelihatan pemandangannya indah. Dan di sinilah aku melihat sesosok kepala!! Iya serius aku melihat hanya kepalanya saja, dan itu kepala manusia. Aku langsung menundukkan kepalaku juga. Dan melihat lagi ke arah kepala tadi yang ternyata itu beneran manusia hidup sama sepertiku, seperti kamu juga, syukurlah. Kamu ngerti? Jadi di tempatku berjalan sekarang ini kan tinggi ya, di bawah sana lebih rendah pasti. Banyak semak belukar di bawah sana, dan kebetulan tempat kepala yang aku lihat tadi itu adalah seperti lapangan kecil yang tidak ada semak-semaknya. Orang tadi berdiri di lapangan bagian sisi menempel dekat semak-semak, jadi cuma kelihatan kepalanya saja, hahaa. Entah kepala siapa tadi, tapi aku mulai tenang dan sadar bahwa di sana itu ada beberapa kepala lengkap dengan anggota tubuh lainnya yang ternyata adalah kawan-kawanku. Ireng, pacarnya, dahlia, kelvin, dan yovie, ebonk sudah pulang duluan. Senang rasanya berkumpul lagi setelah tadi muter-muter sendirian sepi enggak ada yang nemenin. Ireng : lho, kok balik lagi ri? Aku : iya reng, kepalaku sakit, perut kembung, gak mau ngerepotin yang lain Ireng : kebanyakan sama kelvin sih semalem begadang, hahaa. Aku : iya reng gara-gara begadang kali ya, hahaa. Aku minum banyak di sini, ngobrol sebentar lalu melihat tenda dan lainnya sudah rapi di dalam keril. Mereka mau turun, untung saja aku gak telat, enggak kelamaan nyasarnya, hehee. Tapi tiba-tiba aku inget sesuatu, aku lupa memasukan gas kaleng ke dalam daypack yang isinya cuma nesting dan kompor. Ah kasihan mereka di atas sana, gimana dong ini? Kami pun akhirnya mulai berjalan turun menuju desa ujung aspal ke rumah warga yang kami percayai untuk menitipkan kendaraan. Aku dan kelvin bersebelahan jalannya. Gak tahan aku, dia bikin aku harus tertawa terus akibat tingkah dan ucapannya yang lucu. Kamu harus kenal dulu biar tahu. Ngelewatin lagi jalan yang semalam disebut tanjakan inshaAllah sirotolmustaqim sekarang sudah berubah. Enggak nanjak lagi, melainkan jalan menurun curam dan licin oleh tanah yang kering akibat kemarau panjang. Sekitar satu jam kurang lebihnya mohon maaf, kami sampai di desa ujung aspal, hhuuuuuuhhhhh capek!! Di rumah ini kami disediakan air minum dan langsung diminum. Setelah itu yovie, kelvin, dan ireng mengeluarkan motor masing-masing. Tak lama kami pulang. Sekarang aku dibonceng sama yovie, kelvin boncengin dahlia, ireng sama pacarnya. Dahlia turun di depan sana, karena rumahnya masih di daerah sini, gisting. Ireng dan pacarnya juga pulang ke rumahnya. Aku dan yovie akan pulang ke rumah Ebonk di talang padang. Sempat kami berputar-putar karena yovie lupa gang rumahnya ebonk. Sebelum akhirnya bertanya dan diarahkan langsung ke rumahnya yang ternyata dekat di depan kami hanya terhalang 2 rumah, hehee. Assalamualaikum, itu yang kami ucapkan. Dan ada yang menjawab "waalaikumsalaam", kami berbicara sebentar lalu masuk. Ternyata kang Ebonk nya sedang keluar, dan kami menunggu sebentar karena memang sebentar kang ebonk udah ada di sini sekarang. Yovie pamit mandi di kamar mandi. Aku dan ebonk merokok ngobrol meskipun baru kenal semalam rasanya sudah kenal lama yaa kita kang ebonk? Hehee. Yovie selesai mandi, aku enggak mau mandi, mau tidur dulu. Tapi disuruhnya kami makan di sini, ahh jadi enak hahaa. Entah lapar atau memang sangat lapar, kami makan sepuasnya tanpa basa-basi seperti belum makan dari kelas 2 SD, hahaa. Kata adit, makanan itu cuma ada 2 jenis, yaitu "enak dan enak banget", oke setuju deh karena aku ini omnivora yang memakan apapun kusuka. Sekarang kenyang, lalu merokok lagi. Ngobrol banyak-banyaklah kami di sini, biar terbukti bahwa manusia adalah makhluk sosial. Lama mengobrol sampai sekitar jam 2 kurang beberapa ratus detik, kami harus masuk ke dalam kamar ebonk. Untuk apa? Kami ingin tidur karena kenyang, karena ngantuk, karena capek, karena semalam begadang. Aku mulai memikirkan si reda, adit, bang alex dan bang eeng. Apa mereka sudah sampai puncak? Melewati hutan lumut yang katanya sangat sangat eksotis itu? Apa mereka tergigit pacet? Gimana rasanya donorin darah sama pacet? Bang alex sehat? Om adit sehat? Bang eeng sehat? Ade (reda) sehat? Kalian di mana? Udah ngopi belum? Pasti belum ya? Maaf aku lupa memasukan gas untuk memasak, kalian pasti ingin minuman hangat, maafin aku ya frown emotikon . Semoga kalian sudah sampai puncak dan menyenangkan. Semoga yang indah di kenang. Sekarang aku mau men-charge handphone lalu tidur. Semoga aku menyusul kalian ke puncak tanggamus di dalam mimpi. Ada rasa penyesalan sebelum tidur ini. Seharusnya aku enggak begadang, jaga kesehatan, enggak banyak ngopi, enggak banyak ngerokok, udah tau badanku rentan gampang sakit, masih saja gak jaga kesehatan!! Pake begadang ngopi ngerokok banyak segala!! Sudah cukup!! Jangan bikin aku tambah nyesel. Aku sedih kalau ingat itu, sekarang mau tidur. Dadaaah sampai jumpa setelah ashar nanti. Semoga indah mimpiku. Aku tunggu kabar kalian yang di puncak. Aku tunggu ceritanya.

Perjalanan Menyusuri Lampung Hari ke-4, Rabu (22 Juli 2015).

Perkenalkan namaku Adityas Nu, saya Newbe se newbe-newbe nya dalam dunia karya tulis hihi, apa lagi jika harus MENGINGAT-INGAT tapi disini saya yang menjadi tokoh utamanya :D

Niat ingin sekedar melengkapi chapters tentang perjalanan teman ke kampung halamanku di tanah Lampung tepatnya di Kab. Pringsewu, singkat cerita kami memutuskan untuk membuat agenda pendakian di Gunung Tertinggi ke dua di Tanah Sang Bumi Ruwai Jurai ini, ya Gunung Tanggamus, Kaki Gunung Tanggamus berdiri kokoh di antara 3 kecamatan,yakni Kota Agung,Gisting,dan Ulu belu, dengan ketinggian hanya 2102 mdpl, gak tinggi memang, gak seindah gunung2 di tanah jawa sana memang, tetapi ada hal lain yang membuat gunung ini banyak di gemari para pendaki lokal tak terkecuali kita yang tetangga kabupaten dengan Tanggamus, Hutan Hujan yang padat, Hutan Lumut yang eksotis, dan kabut abadi yang terus menerus menutupi puncaknya seolah menyembunyikan keindahaanya dari para pendaki..

Di Rabu Pagi ketika Rombongan terbangun dari tidurnya, dan di sambut dengan hangat mentari dan udara dingin di camp sonokeling (700mdpl) kami bersiap meneruskan perjalanan menggapai puncak dan hutan lumut gunung tanggamus, mulai memasak untuk sarapan dan sekedar menikmati kopi sebelum melakukan perjalanan yang meleset jauh dari jadwal yang sudah di sepakati sebelumnya, hahaha

dan sekitar jam 9 pagi kami memulai perjalanan dengan berdoa terlebih dahulu, meminta keselamatan dan perlindungan dari sang maha pencipta, karena hanya ialah tempat kita berlindung dan meminta pertolongan agar selamat sampai sekembalinya kami nanti, amin..

Karena ini hanya melengkapi chapters om ari, saya singkat saja yak..

Sedang beristirahat di jalur sempit nan lembab kira-kira 1jam jarak dari pintu rimba tiba tiba ada suara yang memecah keheningan saat itu, entah dari mana asal suaranya, yang jelas buat semua rombongan kaget dan kawatir terkecuali Om Ari, haha ya ialah karena suaranya memang punya dia seorang pacman emotikon

Om Arie: “Om Adit, Bang Alex, Bang Eeng, Saya gak bisa lanjutin kepuncak ya, udah gak tahan pusing. Paling gak ada yang wakilin, si reda, hehehe gak papa kan?” Saya: Aku coba hubungin ireng dulu om siapa tau mereka masih di camp dan belum turun. Om Arie: iya om coba ya Saya: gak nyambung om, sinyal udah gak ada Om Arie: Minta nomornya aja om, nanti aku hubungin sendiri untuk nungguin saya Saya: oke , ni nomornya om.. 0857 xxxxxxxxx

Dan suara asing itu terdengar lagi, sekarang lebih lirih dan menyayat hati para pacet yang sendari tadi mengawasi kami “ ah sial buruan kami mau turun satu” mungkin begitu dialog antar pacet yang kala itu sedang membicarakan kami yang seolah menjadi sumber protein demi keberlangsungan hidup mereka..

“Om, Bang Alex, Bang Eeng, jagain reda ya..” dan dengan bermodal sedikit air om ari yang memang sudah terlihat pucat sendari tadi itu mulai menuruni jalur,

Hati2 ya om ari, jalur kebawah jelas kok Cuma 1 jalur ketemu pertigaan nanti di bawah tadi di perkebunan penduduk kami mengingatkan tentang jalur yang harus di lalui, walaupun berat memang, persaan tak enak pun muncul, padahal ireng sudah mengingatkan untuk istirahat di malam harinya, tapi kitanya bandel dan tetep lanjut begadangan, jangan di contoh yak grin emotikon

Setelah beberapa saat, sosok om Ari pun sudah tak terlihat tertutup batang2 pohon dan ranting2 semak yang rapat,sambil mengucap Bismillah kita melanjutkan perjalanan menuju puncak Tanggamus, yang masih bersisa 4-5 jam lagi perjalanan nanjak vertical dan gak ada datarnya ini, oh ia di sini saya dan rombongan sudah di sapa dengan seekor burung hitam yang turun ke jalur pendakian, entah gagak atau jalak aku tak faham, tapi yang jelas burung itu mengikuti kami sampai di selter 2 grin emotikon

Sambil berjalan meneruskan perjalanan itu, saya terus berusaha menghubungi kawan2 yang berada di bawah sampai akhirnya perjuangan itu membuahkan hasil.. tuuuuuuutttt… tuuuuuuttt… pertanda panggilan itu tersampaikan dan tak nyasar oleh jalur.

Ireng: iya wak ada apa?? Saya: wak, lo masih di camp kan,? Ireng: ia wak, kenapa memang? Saya: Tunggu wak, jangan turun dulu, om ari turun, Ireng: lah kenapa turun lagi? Saya: gak enak badan, tunggu yak.. Ireng: oke, lo ati ati yak

Tut..tut..tittt eh ralat bukan tit tapi tut…

Masih jalur yang sama tanah lembab dan sama menanjak, ah sial fikir saya dan reda yang berada di urutan blakang,

Reda: jalurnya maksa kita ngelangkah tinggi ya om, buat dengkul cenat cenut slentingan dari si reda memecah konsentrasi ku, Saya: hahaha ia ini da, dengkulnya mulai protes dan minta gendong

Sesekali kita berenti di persimpangan untuk memasang tanda dari tali plastik dan kembali menata nafas yang hancur berkeping keeping akibat jalurnya, begitu terus sampai kami tiba di selter 1, istirahat lah kami dengan memeriksa keadaan tanah, kayu, batu, apakah aman dan tak ada keluarga jauh dari GGS yang sedang berjemur disini, ya mahluk penghisap darah yang berhasil buat malu om arie di awal tadi.. hahahaha ups..

Merasa aman, kita duduk di batang kayu rubuh, si eeng pergi buang air dan memeriksa keadaan mata air, sementara kami kembali menata nafas dan makan sedikit roti tawar yang kami bawa dari camp sonokeling, tak lama si eeng datang..

Eeng : Kering dit. Saya: jiah hahaha liat keadaan lumut aja eng, air juga masih banyak, insyaallah cukup..

Sementara sambil menunggu eeng dan saya menghabiskan racun yang kami hisap disini kita ngobrol2 ringan, tentang keadaan hutan hujannya, hutan lumutnya dan pacetnya..

Sedang asik istirahat kita di kagetkan sama bang alex yang tiba2 loncat.

Bang Alex: P A C E T

Saya dan reda reflek bangun, dan memeriksa ke adaan badan, sementara eeng santai saja dengan gayanya yang khas, seolah dia adalah pawang pacet, hahaha. merasa aman dan cukup beristirahat kita memutuskan untuk melanjutkan perjalanan kembali menuju selter 2 yang jaraknya lumayan juga ahaha

Kondisi jalur masih sama, gelap, lembab, banyak persimpangan, dan banyak batang rotan lengkap dengan durinya, jalur yang masih asri sepi tak seperti jalur2 pendakian di tanah jawa, yang setiap harinya bisa ribuan orang memadatinya, di jalur yang ini Cuma kita ada kita ber 4 orang ini saja, tak jarang sesekali kita berenti untuk mengambil gambar dengan background hutan yang lebat ataupun batang pohon yang mungkin sudah ber ratus atau ribuan tahun usiannya, tak terasa sampai kita di selter 2, jam waktu itu sudah menunjukan tengah hari, tapi tak terlihat matahari berada di pucuk ubun2 karena lebatnya hutan disini, hanya cahayanya saja yang masuk lewat sela2 dedaunan, sempat istirahat sebentar dan kembali meneruskan perjalanan, karena apa ia karena PACEEEET yang tiba2 seperti di komando untuk menyergap kami, bukan Cuma 1 dan 2 atau 3, haha di mana2 dari kanan, kiri, depan, belakang, disini ada kejadian lucu, bang alex tiba2 memukul kaki kirinya berulang kali, dan benar saja ada pacet yang sudah tak sabar ingin masuk ke selah2 sepatuya, “sial ini pacet, untuk ketauan” dan meledaklah tawa kita hahahaha..

Ayuk lanjut jalan lagi eng, aku mengajak eeng yang lagi asik ngobrol sama binatang peliharaanya itu, pacetnya sudah datang semua ini, kami pun menarik nafas dan melanjutkan perjalanan yang langsung nanjak tajam hahaha, yah tanjakan lagi fikir ku mungkin juga semua berfikir sama, kapan ada bonus yak saya bercanda, lalu bang alex menanggapi dengan candanya, bonus saya turun akhir tahun, dan meledak lagi tawa kami, hahahaha ya Cuma dengan cara seperti itu kami menghibur diri agar sedikit melupakan beratnya jalur yang harus di lalui, tak jarang kita melompati pohonan besar yang rubuh, bahkan ada 2 – 3 batang pohon besar bertumpuk jadi satu menutup jalurnya, terpaksa kita harus memanjat, menunduk, belum lagi tebing2 batu yang harus di lewati dengan bantuan tali, karena curam dan licin, untung kita tak bawa keril2 segede gaban itu fikirku hahaha grin emotikon

Sampai akhirnya kita tiba di hutan lumut gunung ini, sejuk sekali disini, walaupun semua lumut sudah kuning mengering karena kemarau panjang, dan kami pun harus lebih bijak menghemat air mulai dari sini, karena sudah taka da lagi sumber air untuk sekedar membasahkan tenggorokan, beberapa foto sempat kita ambil untuk mengabadikan tempat yang sangat indah ini, Subhanallah maha besar Allah, engkau yang menciptakan keindahan2 ini, syukur itu terucap dalam hati kami, kami sudah tak menghiraukan lagi dengan keberadaan keluarga besar GGS ini, mungkin karena tubuh sudah mulai lelah akibat di siksa jalur se dari camp sonokeling tadi pagi, namun disini rasa lelah, haus, semua hilang karena pemandangan yang mungkin hanya sebagian orang saja yang bisa menikmatinya, ya orang2 yang mau berusaha dengan keras untuk sampai di titik ini, mungkin di ketinggian 1900an mdpl kabut tebal sudah mengiringi perjalanan kami, pandangan terbatas, tak bisa lagi kita melihat ke bawah atau melihat cahaya matahari, semua tertutup pohon2 raksasa yang super besar daun dan rantingnya menutupi langit dan akar akar dan batangnya menutupi tanahnya, begitulah yang kami lihat di sana, kami berjalan di atas akar2 pohon dan batang2 pohon tumbang, tak terlihat lagi jalur dan tanahnya, ini benar2 seperti di film fantasi fikir ku.. haha.. ini sudah jam 2 siang sudah 5 jam kita berjalan, (maklum efek pendaki lambat) tongue emotikon yang kerjanya narik nafas setiap 10 langkah hahaha

Dan disini eeng bilang, kabutnya kebuka, dengan senang berharap bisa lihat pemandangan dari atas sini dan jarang sekali memang kesempatan ini, saya langsung semangat menghampiri eeng yang berdiri di batang pohon besar, dan ketika saya sampai, kabut hanya sedikit menipis rupanya, dan pemandangan tetap sama putih pekat hanya sedikit pohon2 terlihat “ah kau eng, mana kebukanya squint emotikon fikir saya” disini eeng meminta saya untuk kembali memfoto dengan hpnya, haha narsis juga kau eng, dedengkot sini juga pacman emotikon sindirku..

Dan ini sudah dekat dengan puncak kira2 jam setengah 3 kita sampai di puncak Tanggamus, se kotak Tanah datar dengan tiang bendera di tengahnya, serta ada 2 monumen yang menandakan ini TOP 2102 mdpl, istirahat kami, membuka perbekalan dengan harapan ada kehangatan dari Kopi hitam yang akan kami buat, dan apa yang terjadi saudara, kerabat, dan pembaca sekalian GAS nya gak ada… pupus sudah bayang2 kenikmatan uap hangat yang keluar dari kopi hitam yang akan kami buat.. “ ah sudahlah fikirku, mau bagaimana lagi” jadi hanya menikmati biskuit dan cemilan, serta air yang sudah hampir membeku ini, ahahahaha

Setelah dirasa cukup dan memang sudah hampir jam 3 kita memutuskan untuk turun, sebelum itu tetap ambil beberapa gambar untuk mengabadikan moment2 yang di rasa perlu, kita kembali di hadapkan dengan jalur2 ekstrim tadi namun ini tak menanjak melaikan menurun dan curam namun dengan langkah pasti dan sedikit menaikan tempo kecepatan, bukan seperti kita naik tadi, hihi karena tak mau kemalaman di jalur, padahal ini baru jam 3 sore, tapi jalur sudah gelap bagai mana jika malam..

Bang alex dan reda memimpin di depan berharap bisa naik ke podium setelah sampai di camp sonokeling, sedangkan saya dan eeng ada di belakang,

Saya: Ati2 eng, gak papa kan kaki. (karena si eeng tersandung tunggak kayu) Eeng: gak papa nyeri doang dikit ini.. Saya: oke, selow aja eng jangan di paksain lari lo pake sandal doang soalnya. Eeng: udah selow. Saya: Baiklah…

Dan apa yang terjadi saudara2 dia tersandung tunggak kayu untuk yang ke 2 kalinya karena memaksakan sedikit berlari

Saya: nah kan, kena lagi hahaha Eeng: hahaha sial

Akhirnya kita meneruskan perjalanan yang memang berat ini dengan sangat berhati2, karena kondisi jalur yang curam, tanah yang lembab, dan gelap, entah saya terlalu focus dengan jalurnya, saya gak melihat selter 2, tiba2 kita sudah sampai di selter 1 hahaha, cepat sekali yak fikir saya.. di tengah perjalanan dari selter 1 menuju pintu rimba, si eeng berenti karena penasaran dengan bunga merah cantik yang di lihat sewaktu naik tadi, bunga ini seperti anggrek berwarna merah tapi bunganya langsung keluar dari tanah..

Eeng: dit, pinjam pisau. Saya: Buat apaan. Eeng: gw mau minta satu, untuk emak.. Saya: (mikir gmana caranya biar si eeng ini gak jadi ambil tu bunga), “eng sudah kesorean ini udah jam 5, biarin aja tu bunga di sini..

Tapi dia diem doang dan masih sibuk sama bunganya yang ternyata akarnya super panjang, ah sudah terserah dia fikirku, saya dan yang lain menunggu, sedangkan waktu tak mau mengikuti kami untuk sekedar menunggu sebentar.

Setelah penantian panjang dan berliku liku, kami meneruskan perjalanan dan memutuskan untuk ke mata air dulu untuk sekedar mencuci muka dan membasahi tenggorokan, sebelum beristirahat di sonokeling.. setelah selsai bersih2 dan merasa cukup segar kita menuju camp sonokeling, dan dalam perjalanan saya menunjukan batu payung pada bang alex dan si reda bongkahan batu besar berbentuk sepetri halte bus lebih tepatnya, ..

Saya: bang, da ini yang namanya batu payung. Bang Alex: wah, kok di pagar dit (melihat ada pagar dari bambu).. Saya: dulu enggak bang, belum lama, biasalah bang vandalisme, entah apa maunya orang2 itu naik gunung bawaannya pilox.. haha

Sampailah kami di camp sonokeling , dan ternyata ada 1 rombongan yang baru sampai dan berniat mendirikan tenda disini, saya sempat ngobrol2 sebentar, seperti pertanyaan2 normal, seperti berdomisili dimana, hobi, makanan kesukaan , minuman kesukaan, dan no. telpon, halah… hahaha dan ternyata mereka rombongan dari pringsewu juga 3 orang laki2 dan 2 orang perempuan muda, ya seumuran kok dengan saya, kira2 masih kelas 2 SMA katanya..

karena keinginan yang besar untuk menengguk kopi, saya meminta gas atau sepirtus dengan rombongan tadi,

Saya: Sory ganggu, boleh minta gas atau spirtus gak sedikit, untuk masak air grin emotikon Cowok 1: wah kita juga gak bawa gas dan spirtus bang, adanya solar ini, gmana? Saya: hmm, yasudah gak papa minta dikit yak, sama sekalian pinjam pancinya tongue emotikon Cowok 1: silahkan bang, jangan sungkan.. Cowok 2: dari puncak apa bang? Saya: ia dari puncak Cowok 2: ber 4an aja bang?

Saya: enggak ramean si kemarin, Cuma yang lain turun duluan dan nunggu di bawah..

Cowok2: ow gitu..

Dan saya serahkan semua pada eeng untuk membuat kopi dan teh panas, dan saya cari posisi di samping bang alex yang sudah tepar, ahahaha dan saya pun ikutan tepar juga..

Ah enak sekali rasanya merebahkan punggung ini ketika seharian sudah di siksa dengan jalur puncak.. ….. …… ….. …….

Reda: om bangun om, ini teh panasnya.. Saya: eh, ia da..

Dan saya ketiduran sampai jam 6 atau setengah 7 kalo gak salah (Lupa) pokoknya sudah hampir gelap.

Setelah beberes dan minum sedikit teh yang tadi nya panas dan sekarang dingin ini, kita pamit dengan rombongan tadi untuk turun ke rumah pakde sukidi di ujung aspal,

Saya: kita pamit dulu yak.. Cowok 1,2,3: ia bang ati2

Kita pun kembali turun menuruni jalur yang lebih terang dan jelas hanya saja jalur dari sonokeling ke desa ujung aspal banyak sekali persimpangan yang di gunakan warga untuk bertani.. kurang lebih 1 jam perjalanan kita sampai di rumah pakde dan ternyata disana sudah ada ebong, om ari, yovi yang sudah sendari sore tadi menunggu kita disini, oh ia disini juga ada 3 kawan yang sudah menunggu kami, gatot, mu’in dan satu lagi saya lupa tongue emotikon, sayapun sempat bingung karena keberadaan mereka disini, mungkin nanti bisa di jelaskan dengan gamblang sama om ari yang ada di sana ketika kita lagi muncak tongue emotikon

Alhamdulillah sampai juga, ucap kami ketika sampai di rumah pakde, dengan sambutan hangat kawan2 yang sudah menunggu sendari tadi, setelah bersapa dengan kawan2 dan keluarga pakde, kita lanjut mengobrol ringan tentang perjalanan puncak kami tadi, ah akhirnya fikirku terlewati juga semua siksaan2 dari jalur tadi, binatang binatang penghisap darah yang selalu setia menjaga hutan lumutnya, trimakasih atas sambutannya..

Lanjutan Catatan Perjalanan Menyusuri Lampung Masih Hari ke-empat (Rabu, 22 Juli 2015)

Resah Menanti Manusia Yang Sedang Menuju Puncak Tanggamus Dan Tak Kunjung Sampai Turun

Sampai di mana ini? Aku baru bangun tidur jadi segar. Sebelumnya semoga kamu sudah membaca tambahan catper dari temanku Adityas tentang kelanjutan perjalanan mereka ke puncak Tanggamus setelah peninggalanku, aamiin. Hari ini masih sangat Rabu yang sore yang indah mungkin dan yang segar karena baru bangun tidur. Mungkin sekitar jam 4 sore waktu itu. Aku bangun tidur di kamarnya Ebonk, yovie masih tidur, tapi ebonk menghilang dan aku cari-cari ternyata ada di luar kamar. Padahal untuk ukuran manusia setelah begadang dan capek, tidur ini enggak cukup, cuma sebentar. Tapi kamu susah percaya kalau aku ngerasa bagai tidur lama bahkan enggak tau tadi mimpi apa. Satu-satunya yang bikin aku pusing adalah karena mereka gak ada kabar. Kamu tahu kan siapa yang aku maksud? Adit, bang alex, bang eeng dan si reda. Buru-buru aku ambil handphone membuka kunci tombol terus klik gambar telpon lalu coba ngehubungin si reda dan adit. Aku lupa mungkin lebih dari 10 atau 20 kali tapi enggak nyambung. Okelah mungkin mereka masih dalam perjalanan turun ke pos sonokeling. Karena kalau sudah di pos sonokeling mah pasti bisa dihubungi soalnya ada signal di sana. Biar gak panik (ini bukan kata-kata seolah aku anak gaul, tapi beneran biar enggak panik) aku mandi sajalah. Sikat gigiku ada di keril berikut pasta giginya. Sabun mah enggak bawa, biarin minta aja. Aku : kang ebonk, ikut mandi Ebonk : silakan kang, ayo saya nyalain airnya Aku :............(jalan ke kamar mandi) Ebonk : itu sabunnya, sampo, sikat mah bawa kan Aku : nuhun kang ebonk. Oh ya, sebenernya aku di sini hampir sering menggunakan bahasa sunda. Karena kang ebonk itu kamu tahu? Keluarganya berasal dari Serang, Banten dan mengerti bahasa sunda. Tadinya aku mau nyeritain proses mandi ini, tapi malu. Aku ceritain aja proses mencuci baju ya. Mana ya sabun colek buat nyuci bajunya, gak ada gumamku dalam hati. Pantang menyerah aku mah manusianya, jadi kuputuskan mencuci baju dengan shampo. Karena apa? Kupikir aku mencuci jaket waterproof saja dengan shampo bisa, malah bagus. Jadi, kenapa enggak nyuci baju pake sampo, iya kan? Iya. Kamu pasti mau bilang aku bloon bego bodoh gila atau entahlah kamu mau bilang "pinter banget siiiiiih, gemes". Karena aku enggak sadar shampo yang kutuang di bajuku ini berwarna hitam, dan bajuku berwarna kuning gading, ahh. Kamu pasti ngerti baju kuning dikasih shampo hitam gimana jadinya. Sudah aku bilas berkali-kali sambil diinjak-injak dan langsung ingat sewaktu masih kuliah sedang demo menginjak-injak potonya mantan pacarku, awww. Tapi tetap saja gak hilang noda shampo warna hitamnya, beneran enggak hilang. Di sinilah sejarah pertama kalinya aku menyerah dalam hidup oleh sebab mencuci baju yang cuma nambah noda di baju (mungkin ada iklan anti noda yang baca dan mau sponsorin? Tolonglah, tolongin bajuku, hahaa). Udah ah, bodoamat baju kuning jadi totol-totol item kan keren mirip baju tentara. Aku keluar kamar mandi setelah sebelumnya pake handuk biar enggak disangka alien dari planet bikini bottom. Langsung aku minta tolong ebonk buat jemurin bajuku, makasih yaaa kakang ebonk. Setelah rapi, yovie sekarang yang beberes merapikan diri pribadi. Lihat sama kamu, sekarang kami bertiga sudah keren wangi juga dihiasi perut yang sedikit menonjol ke depan dan seksi ini mirip boyband asal luar angkasa. Aku mengendarai motor adit yang keren motornya enggak orangnya hahaa (dilarang ngambek dit). Ebonk bawa motor maticnya, yovie juga. Jadi inget film preman kampus atau koboi kampus? Lupa. Kami bertiga mau ke sana menjemput si reda, adit, bang alex juga bang eeng. Berharap mereka ternyata kehabisan baterai handphone dan sudah ada di rumah pak Sukidi ya dit? Yang tempat nitip motor itu rumah pak Sukidi namanya bener gak dit? Jawab ihhh. Setengah jam kira-kira jarak tempuh dari rumah ebonk yang talang padang ke desa ujung aspal di gisting. Aku sih enggak ngitung beneran waktunya, cuma perkiraan mohon maaf jika salah. Setelah mampir ke mesin ATM di dalam minimarket, itu yovie yang mau ambil uang. Dia membeli minuman dingin biar segar. Aku sih mau beli rokok, hehee. Kami berdua berdiri di kasir mau bayar, enggak bakal kabur kok, kita berdua jujur iya gak yov?. Tiba-tiba yang berdiri di depan mesin kasir berupa pegawai yang terlihat wanita itu kok kelihatan pucat lemas ya? Jadinya bener saja kan dia jatuh di sana, pingsan. Aku sama yovie mau nolongin bingung jadinya. Bingung karena hal ini. Pertama, dia wanita, kami berdua lelaki sejati. Lelaki sejati tidak akan menyentuh wanita yang bukan mahromnya. Kedua, mau kami bawa kemana nanti kalau sudah digotong ditolong? Ketiga, ini mendadak, dan kami seperti harus kaget dulu sebelum bingung mau berbuat apa karena kami enggak pernah dilatih khusus untuk hal semacam ini. Keempat, kami di luar mesin kasir dan wanita itu di dalam kasir, susah lompatnya karena panik gak nyadar ada pintu di sebelah kiri kami atau di sebelah kanan wanita sedang pingsan itu, kejadiannya begitu cepat. Kelima nih terakhir ya kamu harus bisa paham, itu mesin kasir sedang terbuka dan banyak uang, kami takut masuk begitu saja ke tempat itu karena bagaimanapun juga kami enggak mau harus seperti ada kejadian disangka mencuri. Kamu pasti paham bagian kelima ini. Jadi? Kami berteriak memanggil pegawai minimarket yang lelaki di sebelah kiri tidak jauh sekitar 6-7 meter dari kami, mungkin kalau saat itu saya tiba-tiba punya meteran dan langsung mengukur jarak kami. Alhamdulillaah dia langsung lari dengan temannya untuk membawa wanita cantik sedang berkerudung merah ini dibawa ke tempat khusus tapi dadakan untuk manusia pingsan. Setelahnya kami lanjut membayar belanjaan dan segera keluar untuk menceritakannya sama ebonk yang nunggu di parkiran. Bertiga kami melanjutkan perjalanan menuju ujung aspal dan sekarang sudah sampai, cepet ya. Turun dari motor yang kuparkir, langsung saja mengambil handphone dan mencoba menghubungi reda atau adit. Di sini aku benar-sungguh khawatir setelah mencoba menelpon lebih dari 30 kali mungkin malah lebih!! Ini sudah jam setengah 6 senja dan mereka belum sampai di sini bahkan tak bisa dihubungi. Stres jadinya ngerokok terus. Sambil mandangin gunung Tanggamus yang cuma kelihatan lerengnya karena puncaknya ditutupi kabut. Jam 6 sekarang dan mereka belum turun. Ebonk bilang ke aku. Ebonk : kang, kalau jam 7 mereka belum ada di sini, kita berdua naik ke pos sonokeling ya, yovie nunggu di sini (sambil melihat aku, juga yovie) Aku : iya kang kita susul aja siap. Lihat kang ebonk, lihat matanya, dia juga terlihat cemas sama sepertiku. Ebonk : kang, harusnya mereka udah turun jam segini, jam 2 nyampe puncak kira-kira, turun mah 2-3jam paling lambat. Aku : (deg-degan diam saja sambil mikir yang enggak-enggak, di atas sana ada adikku si reda, nanti kalau gak turun sampai besok gimana? Nanti gimana caranya aku bilang sama ibu bapakku? Takut aku). Kamu harus jadi aku dulu untuk bisa ngerasain isi kepalaku ini. Ngerasain paniknya jadi kakak yang ngajak adiknya naik gunung kemana-mana. Semoga kamu berimajinasi menjadi aku dan perasaanku dan pikiranku juga. Magrib sudah lewat, sekarang jam 7 kurang beberapa menit dan detik. Kami disuruh masuk ke rumah pak sukidi di atas kursi ruang tamunya. Ngobrolah kami di sini. Dan tuan rumah menasihati kami bahwa "nanti saja jam 9 malam kalau enggak ada juga kita susul ke atas sana, sekarang hubungi dulu teman yang lain biar kesini". Tambahlah kepanikanku, apalagi sampai meminta orang untuk berkumpul biar nanti jam 9 kalau adit, reda, bang alex, bang eeng belum ada juga, kami akan naik ke gunung ini malam ini juga. Ebonk langsung menelpon beberapa temannya yang tak lama kemudian ada di sini 3 orang kengkawannya. Ada Gatot, Mu'in dan Na'im. Kabarnya mereka sudah hafal trek tanggamus ini dan sering mondar-mandir ke puncak, bisa dibilang ranger kalau di gunung lainnya mungkin. Kami mengobrol sebagai makhluk sosial. Mereka sedikit menghibur dan mengurangi kekhawatiranku karena sedang bercanda saat ini. Sudah jam 8 malam sekarang, masih enggak bisa dihubungi nomor telpon adit dan si reda, ahh. Kami tak perlu bersiap apa-apa karena memang enggak bawa perlengkapan mendaki oleh sebab kusimpan di rumah ebonk. Tuan rumah punya senter yang bisa kami pakai walaupun cuma 1 untuk 6 manusia, darurat!! Jam setengah 9 kami sudah mulai bersiap, rasa panik ada lagi di kepalaku. Sudah diusir tapi enggak mau pergi. Coba kamu ajarkan aku biar bisa hilang rasa panik dan khawatirnya. Sekali lagi aku mau bilang. Di atas gunung sana ada si reda yang adikku, adit teman kerenku, bang alex sudah seperti kakak buatku, dan bang eeng yang baru kukenal malam kemarin sudah bagai teman baik juga, ahh. Khawatir!! Untuk terakhir kalinya sebelum menyusul mereka aku coba nelpon reda dan adit lagi, tapi masih enggak nyambung. Lalu aku mulai sangat dan harus bersyukur mengucap alhamdulillaah. Karena kamu tahu? Aku dan yang lainnya di dalam sini mendengar suara berisik di luar depan rumah. Pintu rumahnya enggak ditutup. Dan kelihatan kalau ada orang lewat apalagi mereka kalau lewat pasti pakai senter kepala. Setelah akhirnya kami keluar dan melihat di depan sini sudah ada si reda, adit, bang alex, dan bang eeng, tapi kami tadi enggak lihat ada sinar senter, tapi alhamdulillaah ya Allah terimakasih sudah membawa mereka pulang sampai di sini walaupun ada yang kurang pastinya yaitu rokok mereka enggak mungkin masih utuh. Aku : waduh ini kemana aja jam segini baru nyampe, ditelpon gak nyambung terus. Adit : aduh om maaf handphone semuanya pake mode pesawat, hehee Aku : minum dulu aja nih (sambil membawa air). Sudahlah berakhir rasa khawatirku. Tapi ada sesuatu yang muncul berupa pertanyaan di kepalaku, "sampai puncak jam berapa emang? Ada kejadian apa sih? Kok lama banget? Kami di sini khawatir tau!!, kalian harus ceritain semuanya!!". Tapi tiba-tiba ingin mengobrolkan masalah gas, hehee. Aku : gak ada gas ya di daypack? Adit : hahaa iya om, jadi gak ngopi kita di puncak Aku : heheee lupa om, kirain tadi udah masuk tas Adit : ngopinya tadi pas di sonokeling ada yang lagi camp juga Aku : sampe puncak jam berapa om? Adit : jam 2an lewat kyaknya om Aku : terus turun jam berapa? Adit : gak lama kok di puncak, turun mah gak nyampe 2 jam malah Aku : kok lama? Harusnya magrib udah di sini kan? Adit : tadi pas si sonokeling ngopi dulu, pinjem alat masak tim lain. Aku : lama amat ngopinya. Adit : iya pas di sonokeling lihat bang alex langsung nyender enak banget tidur, jadi ikut tidur juga, hehe Aku : pantesan lama, tidur ternyata, hahaa Itu percakapan yang aku ingat di rumah pak sukidi. Apalah aku gak mikirin lagi, yang penting mereka udah ada di sini. Tunggu saja nanti aku interogasi lebih detail sekalian pengen tahu cerita di sana dan mau lihat poto-potonya juga, hehee. Kami bersiap untuk turun sekarang. Kami naik motor lagi untuk turun dan akan mampir ke rumah bang eeng rocker. Bang alex pamitan di sini, dia akan langsung pulang ke rumah mertuanya, sudah ditunggu anak dan istrinya pasti. Rumah eeng tidak jauh kok, sekitar 10 menit sampai dan sekarang kami sedang duduk. Dengan disuguhi banyak gelas berisi kopi. Ah, kopi lampung lagi, hitam dipandang, sedap dirasa. Ada gorengan di sini, ada makanan lainnya juga, rokok pastilah kamu tahu, ada. Satu jam lebih kami sekedar mengobrol di sini. Untuk kemudian merencanakan agenda besok kamis akan kemana. Sudah diputuskan kami akan mengunjungi air terjun yang belum terlalu banyak dijamah, tidak ada loket retribusi dan lainnya. Sekarang kami akan pulang dan menginap di rumah kang ebonk. Sesampainya di rumah ebonk, reda dan adit mandi bersih-bersih cuci badan cuci kaki cuci piringlah kalau ada. Lalu makan enaklah kami di sini. Seberesnya kami melanjutkan membuat kopi sambil menonton tv, sambil melihat-lihat poto mereka di puncak. Indah sekarang ini, besok kami akan pergi ke air terjun yang sangat indah alami dan dingin sekali airnya. Aku enggak sabar mau cepet besok pergi ke air terjun dan mandi ber-salto ria. Ahh gak sabar tapi sudah ngantuk. Kami mau tidur dulu, capek rasanya hari ini, semoga besok pagi segar kembali sehat walafiat. Selamat sudah malam, selamat akan mimpi, semoga benar yang indah dikenang, dan semoga mimpi indah kita disegerakan menjadi kenyataan, aamiin. Dadaaaahhh, salam sayang kiss emotikon

Lanjutan Catatan Perjalanan Menyusuri Lampung (hari ke-5, 23 Juli 2015) Air Terjun, Banyak Ngopi dan Bendungan terbesar se-asia tenggara

Sebelumnya aku ingin sedikit mengeluh tentang proses penulisan yang jelas acak-acakan ini. Saat ini sulit rasanya bagiku buat melanjutkan cerita tentang perjalanan bersama adikku ke Lampung ini. Mungkin aku lagi enggak bersemangat, tapi harus tetap riang, jangan kalah sama anak TK ahh. Dan dengan ini aku terpaksa bilang "mohon maaf pasti enggak seru nih tulisannya", alhamdulillaah kalau kamu mau memaafkan aku, makasih yaa.

Saat ini di sini, saat terjadinya perjalanan hari ini adalah sedang kedatangan hari Kamis. Seperti semuanya sudah diatur oleh yang maha Menciptakan untuk bisa bahwa hari ini manusia akan menganggap kamis. Aku selalu ingin menceritakan kepada siapapun keluhan ini. Kenapa hari ini bisa disebut kamis? Kenapa enggak rabu? Atau sabtu biar bisa malam mingguan sama pacarnya bagi yang sudah dan sedang memiliki pacar? Siapa manusia yang memulai membuat dan menetapkan nama hari? Sebelum ada nama hari, bagaimana keadaan saat itu? Kenapa cuma 7 hari? Enggak sekalian 30 nama harinya? Biar sebulan kita beda-beda nama harinya kan seru. Tapi tunggu dulu, kenapa sebulan harus 30 atau 31 hari kebanyakannya? Kenapa setahun harus 12 bulan? Emang gak kepikiran orang yang menciptakannya buat sekalian bikin aja setahun cuma ada 2 bulan? Kan ulang tahun kita seru banyak di bulan yang sama. Ah sudahlah, semoga kamu bisa membantuku menjawabnya, silakan. Baiklah, kalau kamu baca tulisan ini tepat hari kamis, aku mau ngucapin "selamat kamis, tetaplah optimis semua dan semoga berbahagia". Ah hidup memang dinamis. Ada tawa ada tangis. Yang lagi ketawa jangan lupa diri, yang lagi nangis jangan lama-lama, sisain buat besok. Hari ini kami semua bangun pagi dengan keadaan di rumah kang Ebonk bersama isinya yang harus ada televisi, kursi, lemari es, kipas angin dan banyak lainnya yang enggak bisa aku sebutkan satu persatu seperti meja makan, ruang tamu beserta meja dan kursi tamu, lukisan di dinding, remot televisi yang tergeletak di kasur seolah enggak diperlukan lagi, senjata tajam yaitu mandau yang khas kalimantan (bener gak?), mesin cuci di depan kamar mandi, dapur beserta isinya kompor gas wajan panci sendok garpu dan lainnya, toples yang berisikan kue lebaran, dan masih banyak lagi lainnya yang enggak bisa aku jelaskan, mohon dimaafkan. Ngopi adalah hal pertama kegiatan rutin kalaupun kami semua belum mandi. Kamu harus coba kopi hitam buatan kang ebonk ini. Hitam dipandang, sedap diminum, tapi hati-hati masih panas. Merokok juga sudah jadi kegiatan rutin kami kecuali yovi. Syukurlah masih ada di antara kami yang tidak merokok. Harusnya kamipun berhenti, dan mau tapi pelan-pelan yaa. Satu demi satu manusia di tempat ini mulai mandi dan berubah jadi segar dengan bertambahnya 2% kegantengan kami, kecuali aku enggak nambah. Gak apalah jelek juga. Temanku saja yang ganteng galau terus oleh keadaan cintanya. Kan kalau jelek masih bisa dibilang wajar, hahaa. Seberesnya mandi, kami lanjutkan menghabisi kopi lagi yang tadi masih ada. Obrolan ringan banyak terjadi di sini. Dari mulai tentang pendakian kemarin yang sedang terjadi di sini aku menginterogasi adit dan reda, tentang realisasi rencana semalam yang harus benar-benar terrealisasi hari ini. Karena kami ini mantan mahasiswa, sudah terbiasa saat demontrasi, maju terus pantang mundur!! Kami juga bukan oknum pejabat pemerintahan yang ternyata masih banyak mereka berjanji berrencana tanpa merealisasikannya. Pokoknya sesuai rencana tadi malam, hari ini kita akan ke air terjun!! yang entah apa namanya aku belum tahu. Selagi asik kami ngobrol sambil ngopi dan nonton televisi juga tidak lupa sambil bernafas, aku sih mencium wangi masakan yang kubayangkan pasti enak, oh mungkin sudah waktunya sarapan dan lapar. "Sarapan dulu ah hayu", itu tadi ebonk yang bilang. Tapi enggak ada yang jawab. Dengan rasa malu-malu tapi mau, kami berjalan ke arah dapur. Berdiri dulu, jika aku sedang menghadap televisi, maka aku akan harus belok kiri sebelum berjalan lurus ke arah dapur lalu belok kiri lagi dan berhenti tepat di depan meja makan. Tapi jika aku sedang membelakangi televisi, maka aku harus belok kanan dan berjalan lurus sebelum akhirnya belok kiri dan berjumpalah dengan meja makan. Sangat teratur selagi itu. Berbaris seperti menunggu yang lainnya selesai mengambil makanan dan pergi. Aku yakin siapapun di belakangku saat itu pasti selalu berdoa biar aku cepat selesai mengambil makanan, maka dalam hati aku harus berterima kasih kepada manusia di belakangku yang mendoakan bahkan terkabul bahwa aku sudah mendapatkan sepiring nasi lengkap dengan lauk pauknya, alhamdulillaah makasih ya. Enggak susah bagiku buat menghabisi komplotan nasi berikut lauknya ini, cuma bermodalkan tangan kosong ternyata aku menang. Selesailah makan dalam keadaan pagi ini. Kamu tahu apa lagi yang kami lakukan setelah makan? Iya, tentu saja ngopi lagi juga ngerokok, bukan ngopi sambil merokok, susah kalau sambil minum kopi sambil menghisap rokok, cobain aja kalau enggak percaya. Tapi yang enggak merokok jangan coba-coba!! Yang masih merokok mending kurangin ya, kasihan paru-parumu mungkin menjerit atau longsor. Jam berapa ini, lalu kulihat jam tangan yang tidak bagus di tangan kiriku yang seksi dengan kulit eksotis menunjukkan ini sudah jam 10. Kamu ngerasa cepet gak waktu berjalan? Aku mah ngerasa, mungkin keasikan ngopi. "Siap-siap yuk", entah aku lupa siapa yang bilang, kemungkinan besarnya sih kang ebonk yang bilang gitu. Segera aku ke kamar mengambil tas ranselku lalu memasukkan nesting, kompor beserta gas kaleng, jangan lupa kayak kemarin ya. Oh ini masih banyak kue di dalam tas yang lumayan untuk camilan nanti teman ngopi. Tentu dong kopinya juga beserta gula pasir putih aku masukin ke dalam tas. Yang lain mah enggak perlu bawa tas, cukup aku aja yaa. Sekarang kami sudah keren dan sedang di atas jok motor. Aku bawa motornya yovie, dikendarai sih bukan diangkat. Di belakangku si reda yang kubonceng, kang ebonk boncengin yovie, dan adit sendirian naik motornya kasian hidupnya sepi terus gatau deh punya pacar apa enggak hahaa. Hari ini ebonk menunjukkan lagi padaku jalanan yang sepi indah dan asri, enggak lewat jalan raya yang kemarin masih rame arus balik dari selesai mudik di kampung halaman masing-masing. Aku mau kamu membayangkan sekarang ini sedang panas, tapi aku enggak kepanasan. Karena apa? Karena di sebelah kiri dan kanan jalanan ini pepohonannya masih banyak, lihat itu ada sawah juga yang luas dan jauh di depanku terlihat penampakkan gunung Tanggamus dengan kabut yang selalu menutupi puncaknya (banyak yang bilang kabut abadi). Oh itu gunung yang gagal kudaki sampai puncaknya dan sedikit sedih menyesal. Ingin rasanya aku bercerita, bagiku mendaki tidak melulu harus sampai puncak dengan sekali proses. Tapi kamu harus tahu juga tekadku. Kalau sudah mau, aku bakalan terus berjuang berusaha mendapatkannya. Kalau sekarang gagal, ya terima saja. Masih ada hari lain kan buat menyelesaikan misi? Secara enggak langsung aku akan berdoa semoga diberi usia yang panjang dengan keadaan sehat selalu, aamiin. Itu tentang hal apapun dalam hidup, enggak cuma mendaki gunung. Dan kalau tentang mendaki gunung, gagal hari ini tak apa masih ada lain kali mungkin. Gunungnya juga enggak lari kan? Enggak bakalan menjauh tertiup angin kok puncak gunung ini. Kecuali tertiup angin dari sangsakala malaikat alias kiamat, semoga kita menjadi manusia yang sudah menyiapkan bekal setelah kiamat nanti, aamiin. Sekitar kurang lebih setengah jam perjalanan kami tiba di salah satu warnet. Milik Gatot yang kemarin di rumah pak sukidi bersamaku, kata ebonk. Gatot ini temannya ebonk, dan semenjak malam tadi gatot juga sudah menjadi temanku. Semoga kau sehat di sana fren. Tapi gatot sedang tidak ada di sini, dan operator warnet yang berwujud perempuan itu segera menelpon gatot setelah diminta oleh ebonk, "gatot nanti ke sini secepatnya", katanya wanita itu bilang sama ebonk. Kami melanjutkan lagi perjalanan yang sebentar langsung sampai. Kali ini di rumahnya Na'im yang semalam sama gatot juga di rumah pak sukidi. Dia ada di depan rumahnya sedang membongkar dan mengelupasi cat motor bebek jadulnya yang antik. Oh ya, sedikit informasi. Di rumahnya ebonk ada motor bebek jadul yang keren menurutku, honda 70. Semalam gatot juga membawa motor seperti itu, dan sekarang di rumah naim ada motor jadul sedang di bongkar di halaman rumah, di dalam rumahnya aku lihat ada motor honda 70 yang cantik dan ternyata semua yang menempel di motor itu adalah original, kereeeeennnn!!!! Ya, mereka selain pendaki gunung dan pecinta alam ternyata pecinta motor klasik juga. Ingin rasanya aku bilang "hey, aku juga punya motor bebek jadul seperti kalian, masih original semua tapi keadaannya memprihatinkan, dan kalian tahu? Aku juga punya motor klasik lainnya yaitu vespa, aku sudah pernah punya 3 vespa di rumah, tapi sekarang sedang hancur semua, beda sih dengan motor bebek jadul, tapi seenggaknya kita mencintai motor klasik kan? Kita masih bisa dikatakan bersaudara kan? Makasih kalau gitu". Ah sudahlah jadi ingat ke-empat istriku di rumah, lagi apa ya mereka, oh lagi sakit pasti karena kurang perawatan dariku yang terlalu sibuk bernafas dan mengingat Allah, aamiin. Di rumah naim ini kami lumayan lama ngobrol dan bercanda selagi menunggu gatot. Setelah kemudian gatot tiba yang harus berarti segeralah kami berangkat lagi menuju air terjun. Mengendarai motor supaya cepat jalannya sebelum harus terhenti untuk sekedar membeli air minum dan makanan tambahan biar berasa lagi kaya raya. Itu adit yang masuk ke minimarket membeli keperluan tambahan meskipun sudah cukup dengan keadaan di dalam ranselku. Lalu jalan lagi dengan keadaan jalanan yang meliuk-liuk naik turun dan kamu tahu? Ada berapa belokan jalan di sini? Aku lupa ngitung, jadi kuputuskan belokannya cuma ada 2, ke kiri dan ke kanan. Enggak apa-apa mau dibilang garing dan gak lucu juga bodoamat tongue emotikon hahaa. Memasuki jalan perkampungan bahkan masuk ke kampung orang lain tanpa ijin dan enggak masalah sih. Sebelum akhirnya sampai di ujung kampung yang bersuasanakan kebun dan hutan. Aku pikir sudah mau sampai. Eh ternyata ini malah baru mulai masuk jalanan yang asik yang bisa bikin pusing. Kamu tahu? Jalanannya cuma setapak, tanah dengan kiri kanan terkadang pepohonan, semak-semak dan kadang jurang yang lumayan bisa bikin kita tidur di rumah sakit atau mungkin di kuburan. Nanjak dan turun yang juga terkadang bebatuan. Bikin ribet deh pokoknya dikarenakan kami kan enggak naik motor trail. Ini sih jalanan buat motor trail menurutku. Lama dan jauh juga ada pertigaan kecil yang harus kami pilih jalanan lurus saja terus sampai jauh sampai menghilang ternyata motor teman yang di belakangku. Kamu tahu? Gatot kan naik motor bebek jadulnya. Bisa ya sampai sini? Oh mungkin dia sudah biasa ke sini, dia kan orang sini. Sekarang aku dan ebonk sudah sampai duluan. Si reda, yovie, adit, gatot dan temannya satu lagi belum sampai sini, masih di belakangku. Langsunglah aku turun dan jalan ke belakang buat nyamperin mereka yang enggak lama juga ada terus sampai di tempat aku dan ebonk memarkir motor. Subhanallaah, keren!!!! Itu yang harus aku ucap saat melihat keadaan alam yang lumayan masih alami dibanding dengan air terjun di daerahku yang keadaannya memprihatinkan terutama masalah sampah. Di tempat tinggalku ada air terjun banyak. Dan yang paling dekat air terjunnya tidak terlalu tinggi sih, Curug Bandung namanya. Entahlah siapa yang ngasih nama itu, padahal bukan di Bandung. Dulu aku beberapa kali main ke curug bandung dan jika kamu sudah pernah, pasti bakalan bilang indah keren. Tapi terakhir aku ke sana dengan beberapa teman, sangat enggak indah lagi. Waktu itu ada rombongan lain juga di sana. Di depanku mereka sedang menjadi manusia normal yang memakan camilan kemasan plastik. Tapi kenapa sampahnya dibuang begitu saja? Habis manis sepah dibuang!! Banyak yang melakukan seperti itu, bukan cuma satu orang. Selain enggak berani menegur langsung, aku juga males sih negur manusia yang penampilannya sudah dewasa dan setelah kutanya mereka berasal dari kota yang sudah pasti pernah bersekolah minimalnya SD. Kan waktu di SD kita diajarkan "buanglah sampah pada tempatnya". Oh mungkin di sini enggak ada tempat sampah? Kan bisa dikumpulkan untuk kemudian dibawa nanti dibuang di tempat sampah!! Kalau masih enggak bisa juga dengan berbagai alasan, setidaknya kamu tahu pepatah "kebersihan sebagian daripada iman", mau aku bilang di depan wajahmu "kamu bukan orang beriman ya? Kamu berarti setan ya? Apa iblis? Kok buang sampah sembarangan?". Mau aku bilang gitu di depan mukamu? Hah? Ah, kamu enggak pernah sekolah juga bukan manusia beragama mungkin. Baiklah, itu sedikit menceritakan keadaan di tempatku. Sekarang kita lanjutkan di sini. Aku dan lainnya sekarang jalan ke arah air terjun itu, tepatnya di sebelah kanan kami atau di sebelah kiri air terjunnya ada jembatan kecil. Dengan menyebrang jembatan yang enggak terlalu panjang dan di depannya ada sebatang kayu dari pohon besar, aku langsung memberikan handphoneku ke si reda dan turun menuju batang pohon di atas air itu lalu bergaya kaku biar dianggap keren dan bilang "de, poto", yang langsung dijawab sama si reda "ih, amit", hahaa biarin. Selesai dipoto beberapa kali langsung jalan lagi menuju tempat yang lainnya sudah sedang duduk dengan santai menungguku karena nungguin aku buka isi ransel ini. Nestingnya berbentuk kotak ada 3 buah dan di dalamnya ada kompor berbentuk kotak pula. Gasnya kalengan seperti pilox yang banyak digunakan untuk kegiatan vandalisme oleh sebagian anak gaul. Kami semua mau ngopi dulu di sini. Tapi aku langsung buka baju dan celana pengen cepet nyebur di bawah air terjun ini. Eh ternyata airnya dingin banget aku gak bohong. Karena ini satu-satunya kelemahanku yaitu enggak kuat dingin, aku naik lagi dari air dan mau ngopi saja ah. Baru juga mau ngopi, ini ih sekarang adit sama yovie malah yang mau mandi, mereka cuma peke kolor langsung poto-poto di sana, di bawah air terjun. Aku, ebonk, reda, gatot dan satu lagi temannya yang aku lupa namanya kini sedang menikmati kopi. Perasaan ngopi mulu ya? Biarin ah. Di sini asik, seru, adem, dingin. Coba kamu lihat di belakangku ada air terjun, di sebelah kiriku hutan, di depanku juga hutan, dan di sebelah kananku ada ebonk, tapi di belakang ebonk juga ada hutan, dan di belakang hutan itu aku yakin masih hutan juga. Di sinilah kejadiannya. Kejadian yang sangat berharga bagiku. Di mana gatot bilang setelah aku tanya bahwa ini namanya air terjun Talang Ogan. Mungkin biasa saja buat kamu, tapi buat aku ini berharga karena dari kemarin aku enggak dikasih tahu nama air terjunnya, adit juga enggak tahu, iya kan dit? Jawab!! Lama juga aku ngobrol di sini. Sebelum akhirnya ebonk bilang "mandi sana kang, ntar nyesel kalau udah balik", iya juga sih, dingin airnya aku gak kuat tapi lebih enggak kuat lagi kalau harus nyesel seperti gagalnya ke puncak Tanggamus kemarin. Jadilah aku dan si reda mandi, jangan lupa bawa handphone dan jangan takut basah, takutlah kepada Allah. Buka baju lagi deh, tapi enggak bugil, masih pake kolor pendek yang memaksa aku harus merasa sebagai lelaki sejati yang paling seksi dengan ketidak sixpackan perutku, hahaa. Kami sedang berpoto ria sekarang, di bawah, di depan, dan di samping air terjun ini sampai puas sebelum akhirnya kembali ke ebonk dkk untuk melanjutkan ngobrolin gelas kopi. Waktunya pulang nih. Segeralah kami yang tadi mandi memakai kembali pakaian penutup aurat. Membereskan barang-barang dan jalan pulang tapi ingin berpoto sekali lagi yaa di jembatan dengan keadaan terpotret semuanya. Di sini enggak ada jalan lain untuk bisa pulang selain jalan yang kami lewati tadi untuk menuju tempat ini. Jalanan yang nanjak dan turun lalu belok kiri dan kanan dengan beberapa jurang dan bebatuan tajam yang menyiksa kendaraan juga pengendaranya karena harus pegal tangannya oleh sebab keadaan jalanan ini. Sebelum akhirnya puas dan sampai di perkampungan. Lalu ebonk bilang, kita akan ke Batutegi. Kamu tahu? Itu yang katanya adalah bendungan terbesar se-asia tenggara. Di sinilah tempatnya, di Lampung. Kamu harus coba datang ke sini dan nanti akan tahu bagaimana menakjubkannya bendungan terbesar se-asia ini. Lumayan jauh dari tempat kami sekarang ini. Melewati jalanan yang asri, pemukiman penduduk, dan beberapa tenda di halaman rumah penduduk yang sedang hajatan bahkan ada dangdutan yang bikin aku serasa ingin berhenti untuk kemudian naik ke atas panggung menemani beberapa penyanyi cantik dan seksi itu, kamu tahulah pasti penampilannya. Di perjalanan ini sekarang rasanya jumlah kami semakin bertambah malah banyak. Mungkin tiga kali lipat jumlah kami di air terjun tadi. Itu karena teman komunitas motor klasik ebonk dan gatot juga ikut bersama kami. Rasanya seperti sedang touring. Atau mungkin aku merasa sedang mendapatkan pengawalan ketat dari mereka untuk memastikan kami baik-baik saja dalam perjalanan ini. Oh ini gerbang dengan bertuliskan "Bendungan Batutegi", lalu masuk ke dalam di mana jalanannya sangat besar bersih dan sejuk seperti taman yang sangat indah. Kendaraan kami berbaris seperti itik atau memang sudah ditakdirkan harus begini oleh yang maha kuasa. Dan di depan sebelah kiri jalan kami ada petugas yang meminta untuk membayar retribusi. Aku mau membayar tapi dilarang sama ebonk, akhirnya gak jadi bayar dan dibayarin aja, hehee. Sudah sampai kupikir, tapi mana bendungannya? Kok masih jalan terus? Ternyata salah, ini masih jauh lumayan sebelum akhirnya sampai di tempat parkir yang luas dan di depannya banyak warung dengan beberapa orang menawari kami untuk membeli air minum tapi kami enggak beli maaf. Selesai memarkir motor, kami berjalan ke arah loket. Oh ada lagi loket di sini. Di depanku ada gerbang pagar yang tinggi berwarna niru dan tertutup. Di sebelah kiri ada tebing pondasi yang entah apa keadaan di atasnya. Di pinggir ujung sebelah kanan pagar gerbang berwarna biru itu ada bangunan kecil yang ternyata loket untuk membeli tiket masuk ke dalam halaman bendungan yang luas ini. Seperti tadi ketika di sini aku mau bayar, eh ebonk melarangku dan dibayarin lagi. Makasih kang ebonk, makasih semuanya. Selama di Lampung ini bersama kalian aku entah kenapa merasa kesemuanya ditanggung oleh kalian, aku berhutang banyak. Mainlah ke sini, ke bogor, kubalas kalian semua nanti!! Setelah membayar, kami masuk ke dalam bendungan dan jalannya juga masuk saja ke dalam bangunan loket kecil ini ada pintu tembus ke balik pagar tinggi tadi. Di dalam sini kami harus berjalan melewati jembatan yang panjang dan lebar. Butuh waktu lama untuk sampai di seberang jembatan ini. Apalagi kalau jalannya begini, sambil bercanda, ngobrol dan poto-poto. Ebonk menceritakan padaku tentang korban jiwa pada saat pengerjaan bendungan ini. Ratusan orang mati di sini saat pengerjaan bendungan terbesar se-asia tenggara ini. Tapi yang diakui oleh pihak petugas pembangunan katanya cuma belasan yang meninggal dunia saat bendungan ini dibangun. Oh ya, kami lama sekali jalaannya, tapi sekarang sudah sampai. Kami duduk di bawah yang beralaskan aspal. Di depanku sekarang ada tebing yang cukup tinggi dengan tulisan "BENDUNGAN BATUTEGI". Di sebelah kiriku adalah air bendungan itu sendiri, yang sedang tidak terlalu banyak volumenya karena kemarau panjang. Di sebelah kananku adalah jurang yang sangat dalam dengan terlihat beberapa bangunan di bawah sana. Oh ya, kata ebonk dan adit bendungan ini tadinya adalah berupa bukit atau entah gunung yang dibelah digali selama bertahun-tahun. Sampai bisa terjadi sebagai bendungan terbesar se-asia tenggara. Lalu kutanyalah mereka "harusnya ini bisa menerangi seluruh sumatera, hehee". Dan mereka menjawab "ya harusnya gitu om, tapi terbengkalai entah apalagi rencana pemerintah kita ini". Ah sudahlah, sudah biasa kan dibohongi mereka yang memiliki kepentingan dengan menomorsatukan kepentingan ego dibanding kepentingan rakyatnya, iya kan? Bukan begitu kawan?. Langsung lagi kukeluarkan peralatan tempur untuk sekedar membuat kopi di sini. Kemudian ebonk bilang ke temannya sambil bercanda sambil kami sedang keadaan duduk semua "ayolah kopi buatan elu paling enak, gue kangen kopi buatan lu, sekalian buatin juga buat tamu jauh kita dari bogor", hahaaa semua tertawa di sini, kecuali batu. Entah aku lupa namanya siapa yang kala itu membuat takaran kopi lampung kami, tapi memang benar lebih enak buatannya. Ah, aku mau tahu rahasia takaran kopi dan gulanya dong. Biar bisa jadi pembuat kopi handal untuk diri sendiri minimal dan mudah-mudahan untuk seluruh umat manusia penyuka kopi. Sangat riang di sini suasananya, enggak mau kalah sama anak TK mungkin. Ngopi, ngobrol, bercanda dan jangan lupa berpoto. Aku dan si reda jalan menuju monumen bertuliskan korban jiwa pembangunan bendungan. Bergiliran poto-poto sama si reda. Dan susah mengambil poto dengan kamera handphone. Karena kami yang akan dipoto terpaksa harus menghadap arah timur, dan yang memoto menghadap barat yang sudah jelas sedang ada tragedi matahari terbenam atau sunset ya? Tapi tak apalah, potonya jelek tapi kami mendapatkan yang lebih. Menyaksikan matahari terbenam di atas air bendungan ini. Sungguh indah teman, sulit rasanya membuat kamu bisa membayangkan keadaan senja ini. Atau menurutku kamu harus ke sini langsung. "Tutup tutup tutup, keluar", wah ada apa ini? Kok pak satpam itu naik motor ke arah kami dan bilang tutup? Lalu salah satu teman kami menjawab "baru juga buat kopi pak, sebentarlah", hahaa kami baru saja mau lebih seru di sini, tapi sudah mau tutup, ahh. Lalu pak satpam bilang lagi "yaudah saya gak tanggung jawab ya kalau ada apa-apa", wah maksudnya apa ini? Ada apa-apa yang bagaimana? Bodoamat kami mau lanjut ngopi ah. Sekitar 10 menit dari kepergian pak satpam, kami akhirnya memutuskan mulai berjalan pulang. Sambil membawa gelas berisi kopi yang masih penuh kami berpoto terus. Yovie semangat kelihatannya untuk selalu mengambil gambar. Yang lainnya berjalan dengan sambil menggoda beberapa wanita cantik di depan kami yang akan pulang juga. Dan yang di sebelahku sekarang dia sedang menaruh botor berisi air kemasan 1,5 liter di atas kepalanya, dan ebonk bilang "kalau bisa sampai gerbang, gue kasih pala motor deh", hahaa tapi diganggu terus. Jauh kan lumayan sampai gerbang. Tapi dia mau berhasil sekitar mungkin 8-10 langkah lagi sebelum ternyata diganggu oleh ebonk dan terjatuhlah botol di atas kepalanya itu. Ahhh ebonk curang hahaa. Kini kami semua sudah bersiap pulang. Dan aku mengatakan pada ebonk untuk berhenti sekali lagi di gerbang luar nanti yang ada tulisan selamat datang di bendungan Batutegi, lalu ebonk setuju. Karena enggak enak sama yang lain, aku bilang gak jadi berhenti saja sama ebonk. Tapi ebonk bilang ke yang lain. Dan semuanya bilang ke aku "yaudah poto dulu lah bang, kenang-kenangan", aduh enggak enak nih, mereka semua rame banget nungguin aku sama reda berpoto di sini, hehee makasih semuanya. Aku rindu suasana kita kala itu, lagi yuk? Jalan lagi deh, dan kebut-kebutan kali ini yang harus menerima kenyataan kami kalah jauh ngebutnya sama motor-motor klasik mereka. Padahal kami naik motor matic dan adit malah naik motor lelakinya, oh mereka jelas sudah menguasai medan jalanan di sini pikirku. Hampir satu jam kami sampai lagi di rumah ebonk setelah sebelumnya berpisah dengan semua teman-teman komunitas ebonk. Terimakasih semuanya, aku merasa nyaman seperti main sama teman semasa kecilku padahal kita baru kenal. Di rumah ebonk ini kami enggak lama karena harus segera meluncur langsung ke pringsewu di rumah adit. Aku, reda, adit dan yovie duluan. Ebonk nanti jam 10an nyusul ke rumah adit sendirian katanya, baiklah. Jauh lumayan hampir sejam lagi kami untuk sampai di rumah adit, dan sekarang sudah sampai alhamdulillaah... Segera bersih-bersih. Dan nonton televisi lalu kami kedatangan ireng. Haloooo ireng, apakabar? Kemana aja dari kemarin malam? Berasa lama enggak jumpa ya kita. Yovie sepertinya sedang sibuk mengurus deadline kerjaannya sekarang, sabar yov. Sambil santai ngobrol ngopi beserta tahu goreng dan beberapa kue di dalam toples, aku tetap mengabari orang tuaku terutama ibuku. "Habis main di air terjun, bendungan terbesar se-asia tenggara, sekarang udah di rumah adit mau istirahat", dengan mendapatkan jawaban "yasudah istirahat, kapan pulang?", hehee ibu kangen mungkin, nanya pulang terus padahal aku dan adikku masih betah hehee. Lalu kubalas saja "iya, besok pulang". Dan dibalas lagi "hati-hati, kasih kabar terus". Okeeee ibuku tersayang dan satu-satunya yang paling cantik di rumah. Karena memang satu-satunya wanita di rumahku. Sekarang aku mau tidur di dalam kamar adit. Enggak lupa ngecharge handphone buat besok pulang dan langsung tergeletak lelah menyenangkan. Tapi tiba-tiba ada suara bapaknya adit yang nyuruh kami makan dulu lalu kujawab iya nanti saja pak hehee. Tapi tiba-tiba bapaknya adit bilang lagi "mau bapak suapin kamu? Yaudah bapak suapin kalau enggak mau makan sendiri sekarang", hahaaa berasa jadi anak kecil yang akan dimanja dan enggak mau karena sok sudah besar. Aku yang mau tidur dan si reda juga langsung berdiri keluar kamar dan bilang "iya pak, ini mau makan hehe", lalu langsung ke meja makan ambil makanan dan menghabisinya disaksikan oleh televisi di depan kami. Ah adit, bapakmu menyenangkan, rasanya seperti selagi aku kecil dulu, selagi manja hehee. Sehabis makan aku jadinya ngerokok lagi dan ngopi sebelum akhirnya sekarang benar-benar tertidur dan harus tidur karena sudah jam 1 lewat malam ini. Besok aku dan si reda harus pulang ke pulau jawa, ke bogor. Harus merasakan sedihnya berpisah dengan semua ini. Teman, suasana, kopi, dan lainnya yang sudah mulai terkenang. Semoga nanti kami bisa kembali berkunjung dengan saudara semua di sini. Sebelumnya kalian yang di sini mainlah dulu ke tempatku!! Sekarang sudah waktunya tidur. Sedikit mengingat perjalanan hari ini dan sudah pasti yang indah dikenang. Berdoa untuk mimpi indah, sebelum akhirnya benar-benar tertidur. Terimakasih ya Allah atas nikmatmu hari ini, terimakasih teman-teman atas pengalaman baruku ini. Terimakasih ibu sudah selalu mendoakan aku anakmu. Selamat sudah malam, semoga kehidupan kita membawa banyak keindahan manfaat bagi orang lain. Sampai jumpa besok pagi, semoga yang indah akan terjadi, salam sayang dan dadaaaah kiss emotikon

Lanjutan Catatan Perjalanan Menyusuri Lampung, hari ke-6 (Jum'at 24 Juli 2015) belum beres ditulis, masih sibuk nafas.

Packing, Sedih, dan Pulang Menyeberang

Seharusnya hari ini adalah mensyukuri sehat yang jelas terlihat karena sedang hari Jum'at dan alhamdulillaah. Aku bangun pagi karena ingin kalaupun kenyataannya memang harus selalu bangun pagi untuk bisa membuktikan bahwa ini sudah tidak lagi terjadi malam. Ketahuilah, sedang indah hari ini, jelas senang hari ini, dan faktanya harus ada beberapa kesedihan yang dikarenakan oleh harus berpisahnya aku bersama teman-teman di sini di kota ini. Saat menulis ini, aku sedang membayangkan bagaimana hari itu bisa kulalui. Bagaimana rasanya hari-hari itu kami lakukan bersama setiap waktunya. Untuk seorang lelaki mungkin aku seperti terlihat biasa saja kala itu. Tapi untuk dirasakan oleh hati, hari ini jelas ada beberapa yang bisa membuatku terbukti sebagai manusia normal yang merasakan kesedihan tanpa harus memikirkan alasan yang benar-benar jelas. Sudah ah, aku mau sms ibu dulu di rumah, dan sekarang aku mau mandi sebelumnya harus membangunkan si reda. Harus lagi ya, aku ambil peralatan mandi di dalam tas yang padahal cuma sikat gigi dan odol. Sabun mah minta aja sama tuan rumah, hahaa. Setelah mandi langsung kusuruh si reda segera mandi. Aku berdandan yang padahal cuma sekedar memakai baju yang sudah kusut karena selalu berada dalam tas. Jangan lupa menyisir rambut dengan gaya aliran rambut ke belakang semua seperti dewa judi dan sedikit menyemprotkan minyak wangi biar dipercaya aku sudah mandi, karena aku sering difitnah belum mandi kalaupun sebetulnya memang sudah mandi. Di ruang tamu ini sekarang aku sedang duduk bersama ayahnya adit dan adit sendiri yang belum mandi haha. Ibunya adit sudah menyiapkan minuman di sini. Dan hari ini adalah teh manislah menjadi penyambut pagi yang terlalu harmonis ini. Banyak pertanyaan yang ditujukan padaku oleh ayahnya adit. Aku dulu sekolah di mana? Kerja apa sekarang? Kerja di mana? Sudah punya pacar? Kapan nanti main ke sini lagi? Dan masih banyak lainnya lagi. Alhamdulillaah aku bisa menjawab semua proses interogasi pagi ini. "Di jasinga pak, kabupaten bogor paling ujung sebelah barat, berbatasan dengan provinsi Banten, kuliah mah di jakarta terus pindah ke bogor, kerja jadi guru di jasinga juga, dagang juga pak kecil-kecilan, kita mah kalau main suka malas pulang pak betah, doain aja biar punya ongkos lagi buat main ke sini lagi ya pak", tolong sampaikan salamku sama orangtuamu dit!! Bilangin aku merindukan mereka dan suasananya, Harus!! Akhirnya sekarang sudah jam setengah 9, mulai siang terasa sudah panas. Aku berpamitan dengan ibunya adit, ayahnya sudah berangkat bekerja dan aku juga sudah pamit untuk pulang. "Ini untuk sekedar camilan di jalan", sambil memberikat kantong plastik yang entah apa isinya, ibu adit mengucapkan itu. "Makasih bu, maaf banyak ngerepotin di sini, makasih buat semuanya ya bu", cuma itu yang bisa kuucapkan lalu mencium tangan ibunya adit. Diantar oleh Adit, Ebonk dan Yovie karena ireng sudah berangkat ke tempat kerjanya sedari pahi tadi. Aku sekarang di motor akan diantarkan menuju bus yang harus kutumpangi. Kami menunggu di depan sebuah kios yang masih tutup. Di sini sedang disebut padat merayap karena terlalu banyak sekali volume kendaraan. Banyak bus yang kutunggu telah lewat dalam keadaan penuh sesak terlihat dari banyaknya yang berdiri di dalam bus itu, jadi kulewatkan untuk menunggu bus berikutnya. Terlihat jelas ini adalah arus balik karena biasanya tidak semacet ini kata adit. Sebelum kami dikagetkan dengan pengendara motor yang masuk ke dalam got berisikan air kotor dan bau, enggak sabaran sih, semuanya juga kena macet tapi gak usah sampai nerobos ke kiri jalan yang jelas-jelas itu ada got. Banyak ngerokok di sini, jangan ditiru enggak baik. Lalu akhirnya ada bus yang kelihatan enggak terlalu sesak dan aku segera berpamitan dengan adit, ebonk dan yovie. Kuberikan tas besar ini sama kondektur bus yang sudah ada di atas atap bus lalu aku masuk ke dalam bus dan harus berdiri karena enggak ada kursi kosong. Ongkosnya lumayan naik dua kali lipat dari hari biasa. Lama juga kami berdiri di dalam bus ini. Sekitar satu setengah jam mungkin kurang lebihnya mohon maafkanlah. Aku ngobrol dengan salah satu penumpang lelaki asal kota agung yang mau kembali bekerja di daerah serang, banten. Sesampainya di terminal Rajabasa aku dan si reda turun lalu menunggu kondektur menurunkan tas kami di atap bus ini. Baru juga turun, sudah ditawari ojek. Kamu tahu yang lebih kerennya apa? Ojek itu bilang "kemana bang? Bakauhuni ayo lima ribu saja", hahaaa dia pikir aku enggak tahu? Dari rajabasa ini ke pelabuhan bakauhuni kan butuh waktu 3 jam perjalanan. Tapi kok dia nawarin lima ribu ongkosnya? Maksudnya apa? Lima ribu dolar? Hahaaa Dan kujawab saja langsung "ke Jasinga bang!!", syukurlah dia bingung lalu kami ngeluyur saja mencari bus ke rajabasa sambil si reda bilang "gelo meureun lima rebu, rek ngarampok meureun, emangna aing teu nyaho". Itu bahasa sunda yang artinya "gila kali lima ribu, mau ngerampok kali, emangnya gw gak tau!!". Jelaslah, gak mungkin kan ada ojek yang mau dibayar lima ribu dari rajabasa ke bakauhuni, itu jauh banget kan. Masa kudu dicoba sih? Kita berantem di jalan, ojek punya nekad buat ngerampok, aku punya keril berisi pisau. Dia punya maksud jahat, aku harus punya nyali buat ngelawan. Kalau aku kalah, ojek itu cuma dapat keril berisi pakaian kotor. Kalau aku menang, aku dapat motor, helm, dan STNK motornya, hahaa. Sudahlah, kini kami sudah di depan bus menuju pelabuhan yang di depannya banyak sekali polisi lengkap dengan senjata api laras panjangnya. Sudah penuh busnya. Cuma ada satu kursi kosong. Enggak peduli kami naik saja, menyimpan barang di bagasi lalu naik ke dalam bus. Si reda duduk lebih beruntung di kursi panjang paling belakang kalaupun sempit. Aku berdiri sebelum akhirnya kondektur memberikan kursi plastik yang dipotong menjadi pendek khusus buat penumpang yang berdiri biar bisbisa duduk juga. Kalau harus jujur, enggak nyaman rasanya di sini. Panas padahal bus ini ada AC nya. Si reda tidur dan masih bisa nyender. Aku tidur tanpa senderan kepala dan kaki terlipat. Diganggu guncangan bus ini yang selalu bikin aku kebangun terus. Dengerin musik di handphone dengan memakai headset sudah, makan permen sudah, maen game di handphone juga sudah, ngelamun malah sering, dicoba tidur lagi tapi enggak nyaman, mau ngajak ngobrol si reda lagi tidur, mau ngajak ngobrol penumpang lain takut disangka mau hipnotis, mau lompat keluar takut mati, mau baca novel tapi enggak bawa, akhirnya terpaksa memandang ke sebelah kiri bus dan melihat terus pemandangan bukit-bukit yang ada di sana sambil menghayal. Tiga jam lhoo ini lamanya. Aku baru melewatkan satu jam, tiga dikurangi satu sama dengan aku harus sabar sampai dua jam lagi, ahh. Baiklah, anggap saja kami sudah sampai di pelabuhan sekarang, di halaman terminal yang ada di dalam pelabuhan bakauhuni. Kami berdua turun, dan penumpang lainpun turun. Mengambil barang di dalam bagasi lalu berjalan ke arah pelabuhan dan ditawari "rajabasa rajabasa bang, kemana bang?", hahaa baru juga turun sehabis dari sana, ditawari lagi buat ke sana, apa balik lagi saja ya? Hahaa. Kami berjalan ke arah pintu masuk pelabuhan. Tapi mampir dulu di tempat oleh-oleh. Saking bingungnya mau beli buah tangan apa buat yanh nunggu di rumah, kami putuskan mau santai dulu. Duduklah kami di teras pelabuhan. Sambil merokok dan sambil banyak yang menawarkan jasa angkutan tapi aku cuekin aja dan terkadang kutawari rokok saja. Sedang asik duduk merokok, banyak pedagang yang keliling dengan wadah besar di tangan dan pinggang kiri juga termos air panas di tangan kanan yang menawari kami air mineral dan pop mie "air de, pop mie", beberapa ibu-ibu menawari kami dan kujawab "makasih bu, nanti saja". Harus sopan kalau tidak mau, kalau mau beli ya pesan saja langsung. Lalu ada ibu penjual keliling yg duduk di sebelah kananku, si reda di sebelah kiriku. Niatnya sih iseng ngobrol dan sekedar menghibur diri. Ibu itu memakai topi dari bambu yang disebut tudung cetok kalau di kampungku. Aku : panas ya bu (tanpa melihat ke arah ibu itu) Ibu : iya de panas terus (tanpa melihatku juga Aku : gimana rame bu jualan hari ini? (Belum melihat ibu itu) Ibu : lumayan de (masih tanpa melihatku) Lalu tiba-tibu ibu itu berkata lagi sambil melihat ke arahku. Ibu : eh udah pulang de? Udah ngopi belum? Sana samperin abangmu, minta saja kopi sama abangmu. Oh, itu dia ternyata istri si abang penjual kopi yang sewaktu aku berangkat kemarin ngobrol dengannya, dia masih ingat rupanya dengan kami. Aku : eh, ternyata ibu, sehat bu? Iya nanti saya samperin si abang bu. Ibu : sana samperin aja sekarang abangmu, gak usah malu, minta kopi sana ayo Aku : iya bu makasih, mau ke sana sekarang (sambil berdiri dan mengangkat tas lalu berjalan ke arah barat laut tempat si abang jualan. Kami lihat si abang sedang duduk di tempat ternyamannya seolah sedang terjadi bahwa dia duduk di sebuah taman dengan air terjun di depannya dan beberapa angsa berwarna putih berenang di kolam hasil terjunan air itu, juga beberapa pohon anggur yang sedang berbuah di kiri dan kanannya. Kelihatan nyaman di tengah teriknya matahari jam setengah 2 siang ini, keren bang!! Langsung kusapa abang itu. Aku : selamat siang bang Abang : eh, selamat siang (agak kaget kelihatannya) Aku : sehat bang? Abang : sehat, kau sehat? Aku : alhamdulillaah bang sehat Abang : duduk di sini (sambil menunjuk sebelah kirinya dan menggeser badannya untuk bisa kami duduk) Aku : makasih bang siap Abang : ngopi ya, abang buatkan Aku : makasih bang, siap boleh. Abang itu langsung membuatkan kopi sebanyak 2 gelas untuk aku dan si reda. Tentang panasnya, aku enggak bohong, sangat panas di sini. Enggak ada satupun benda yang menghalangi kami agar bisa merasakan sejuk sedikitpun kecuali payung yang menutupi barang dagangan si abang. Di sebelah kiriku duduk si reda dan di sebelah kirinya lagi adalah bus berwarna merah jurusan rajabasa atau yang kami naiki selagi sampai di sini menuju rajabasa hari senin lalu. Di hadapanku si abang yang sedang duduk dan di belakangnya ada beberapa bus lagi. Di sebelah kananku ada beberapa pedagang lain dan sebelah kanan jauhnya terlihat pintu masuk menuju pelabuhan, juga tempat untuk membeli tiket kapal yang akan kami naiki nanti menyebrang ke pulau jawa. Di belakang kami adalah pintu keluar dari pelabuhan, juga banyak penjual oleh-oleh khas daerah sini. Selagi asik ngobrol tiba-tiba si abang bertanya Abang : sudah makan kalian? Aku : belum bang. Abang : mau makan? Aku : yang murah di mana ya bang? (Hahaa) Abang : ada nasi padang, kalau biasanya 20 ribuan, kalau sesama pedagang di sini biasanya 11 ribu pakai telor, mau abang beliin? Aku : nanti saja deh ya bang (aku gak enak kalau dibeliin, sumpah deh). Banyak yang kami bicarakan di sini, dari hal pendakian gunung kemarin, rame enggaknya jualan di sini, sosial dan sampai membicarakan politik dan banyak lainnya. Tapi ada satu hal yang jelas selalu kuingat tentang agama. Abang : aku nasrani, tapi aku berkawan dengan siapa saja, aku juga pernah merantau di jakarta, banten, tangerang, dan bogor juga. Aku tak pernah membedakan kawan dari agamanya. Buat aku kawan itu sangat berharga, bahkan aku punya perinsip rela mati demi kawan. Begitulah jiwa medan. Maka itu coba ingat ini dek, "bekerjalah seperti orang jawa, berdaganglah seperti orang padang, dan berkawanlah seperti orang medan", itulah kenapa kami orang medan sangat menghargai persahabatan dan bahkan aku mau mati untuk membela kawanku. Aku dan si reda : iya bener bang (sambil dalam hatiku bilang keren abang ini) Jawaban kami singkat, karena enggak ada yang bisa diucapkan lagi, dan itu sudah sangat bagus untuk menandakan bahwa kami sedang setuju dengan ucapan abang. Aku sangat setuju bang, dan aku juga ingin mengatakan "belajar tentang sesuatu tidak harus di sekolah, tidak harus selalu pada seorang tokoh hebat, siapapun bisa memberikan pelajaran berharga, termasuk abang ini". Sekitar hampir mungkin satu jam kami ngobrol asik dengan disaksikan panasnya matahari dan asap kendaraan. Sampai aku dan si reda memutuskan untuk pergi dan ngobrol sedikit ingin membeli air minum. Reda : a, kalau pas kita tanya kopi ini berapa bang harganya, terus dia bilang enggak usah dibayar, kita jangan beli air, nanti gratis lagi kan gak enak, tapi kalau kopinya kita bayar, barulah kita beli air di sini, kalau kopinya gratis mah kita beli di minimarket aja airnya. Aku : iya bener, gak enak sama si abang, baik banget Lalu aku bilang lagi sama si abang. Aku : bang, kita pamit ya, kopinya jadi berapa ini dua bang? Abang : oh ya hati-hati kalian, tak usah kopi tak usah bayar. Langsung aku saling tatap sama si reda sebagai tanda kita enggak usah beli air minum di sini, takutnya gratis juga. Kami enggak enak banyak nyusahin abang nantinya. Lalu si abang bilang lagi. Abang : ini catat nomor aku ya, nanti kabari aku kalau sudah sampai. Aku : siap bang, saya catat nomornya (sambil melihat handphone abang yang didekatkan padaku biar aku bisa lihat nomornya). Kami pamit dan harus berpisah. Tapi aku harus senang, jelas senang karena mengenal si abang ini. Banyak obrolan dan bertambah lagi pengetahuanku berkat pengalaman hidupnya si abang yang diceritakan sama kami berdua. Kami pergi setelah sebelumnya mencium tangan si abang. Karena bagaimanapun juga kami diajari untuk menghormati orang yang lebih tua oleh orang tua kami sedari kecil, siapapun orang itu. Kini kami berjalan ke arah minimarket yang ada di sebelah kiri pintu masuk pelabuhan, atau sebelah kanan dari arah kami. Entahlah tapi kenapa kami selalu merasa diperhatikan terus sama orang-orang ini? Orang di sekitar kami. Apa karena penampilan kami? Bawaan kami yaitu tas besar dengan tas lagi yang ditempel diikat di luar tas besar? Aneh!! Apa perasaanku saja kali ya. Bahkan kamu tahu? Di saat aku keluar dari minimarket sehabis membeli air dan makanan untuk di kapal nanti, ada seorang yang mendekat pada kami lalu berjabat tangan dan bertanya "dari mana bang?". Si reda menjawab "dari tanggamus bang", sedikit obrolan di sini dan kami tahu dia berasal dari cilegon. Oh deket kok cilegon masih satu pulau bahkan satu planet. Yang lebih ngeselin lagi nih pas kami masuk ke dalam pelabuhan membeli tiket lalu naik tangga, ada beberapa petugas yang tadinya biasa saja kemudian langsung ngobrol dengan temannya sambil tertawa dan jelas sambil melihat kami. Kamu tahu rasanya? Seperti tertawa jahat dalam sinetron yang diperankan oleh pemeran antagonis dan itu ngeselin!! Mereka menertawakan kami berdua lalu kujawab "BUODOAMAT!!", tapi itu dalam hati, karena aku enggak berani tiba-tiba ngomong gitu di depan wajahnya apalagi sambil menjewer kupingnya lalu berteriak "bodoamat!!", hahaa kamu berani emang? Coba!! Kami menuju kapal yang masih terlihat kosong, biar lama juga jalannya, kami berdua nyantai kok. Setelah masuk kapal, langsung saja mencari lahan yang enak untuk santai menikmati minuman dingin juga camilan lainnya. Di depan kapal, tepatnya di belakang ruangan nahkoda. Ada spot bagus di sini. Kosong dan tidak terlalu panas, karena kami enggak mau duduk di dalam kapal. Sedikit mulai berdatangan penumpang lain dan malah makin banyak ini. Aku meminta ijin sama petugas untuk memasang hammock di atas kapal ini dan alhamdulillaah diijinkan. Duh, enaknya santai di atas hammock berayun-ayun dengan tangan kiri memegang biskuit dan tangan kanan memegang rokok juga tepat dibawahku ada minuman dingin yang bisa kuambil kalau sedang ingin. Anginnya lumayan menyegarkan. Lautnya biru, panasnya terhalang benda di atasku, biskuitnya manis, minuman dinginnya lemon tea, rokoknya kesayangan, ah indahnya hidup ini terimakasih Tuhan. "Enak ya dek?", eh siapa itu yang ngomong? Oh ternyata seorang bapak di sebelah kiriku beserta keluarganya ada istri dan beberapa anaknya yang masih kecil dan terlihat seolah ingin bilang "papa, mau naik itu" sambil menunjuk ke arah hammock yang sedang kutumpangi, hahaaa. "Hehee lumayan pak", jawabku. Dan si bapak berkata lagi "mau naik gunung ya dek?", || ah enggak pak, baru turun malah hehe || dari mana dek? || dari tanggamus pak || mau main ke jawa? || oh, kita asli bogor pak, maksudnya habis dari gunung tanggamus || oh, berdua saja dek? || rame pak sama teman di Lampung, kalau dari bogor berdua saja, ini adik saya pak || wah hebat, kakak adik hobinya sama || hehee iya pak. Itu sedikit obrolanku dengan salah satu penumpang kapal ini. Sekarang aku turun dan duduk di bawah saja. Si reda tiduran di hammock lalu aku mulai mengambil beberapa gambar suasana kapal dan memotret si reda juga setelahnya aku bilang "de, gantian poto", hahaa aku juga maulah dipoto. Kan biar bisa update di sosmed. Paling enggak biar ada bukti kalau aku benar sekarang sedang di kapal menuju pulang. Ini kami berdua sedang menikmati perjalanan pulang di atas hammock yang ada di atas kapal yang jalannya lambat sekarang. Ingin rasanya cepat sampai di seberang sana. Mau segera merencanakan apa yang harus kami lakukan lagi sebelum pulang ke rumah. Oh ya, dikarenakan ini masih hari jum'at, kami putuskan untuk bermain lagi sebelum besok sabtu harus menuju rumah dan bermalam minggu seperti biasa bersama keluarga tercinta. Semoga ini menjadi perjalanan terbaik kami di antara beberapa perjalanan yang sudah kami lakukan dan yang akan kami lakukan lagi di lain hari. Semoga untuk indah dikenang, semoga kita semua tetap dalam lindungan Allah, semoga sehat selalu, semoga diberikan usia yang panjang, semoga diberikan kekuatan dalam menghadapi segala cobaan, semoga diberikan rejeki yang melimpah, semoga tulisan ini bisa minimal membantuku mengingat pengalaman yang sudah mulai susah untuk diingat ketika tua nanti, semoga kita semua dapat berkata aamiin.

@Nandi Ariana Rahman


 
 
 

Comments


© 2023 by The Mountain Man. Proudly created with Wix.com

  • Black Facebook Icon
  • Black Twitter Icon
  • Black Pinterest Icon
  • Black Flickr Icon
  • Black Instagram Icon

Subscribe for Updates

Congrats! You're subscribed.

bottom of page